Tuesday, November 27, 2018

PENGELOMPOKAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG (NSB) - Pengelompokan dan Ciri-ciri Negara Sedang Berkembang


PENGELOMPOKAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG (NSB) - Pengelompokan dan Ciri-ciri Negara Sedang Berkembang

Pengelompokan negara-negara di dunia biasanya berdasarkan pada tingkat kesejahteraannya dengan menggunakan indikator pendapatan riil per kapita. Berdasarkan tingkat kesejahteraan tersebut, Bank Dunia mengelompokkan negara-negara di dunia menjadi dua, yaitu negara-negara maju (developed countries) dan negara-negara sedang berkembang (developing countries atau sering juga disebut less-developed countries). Negara-negara sedang berkembang ini sering juga disebut sebagai negara Dunia Ketiga atau Negara Selatan. Negara-negara yang termasuk dalam kelompok negara-negara maju yang sering juga disebut sebagai negara Dunia Pertama adalah negara-negara di kawasan Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, New Zealand, dan Jepang. Selain itu, yang juga termasuk dalam kelompok negara-negara maju adalah sebagian besar negara-negara sosialis yang terdapat di kawasan Eropa Timur, seperti Rusia, Hongaria, Bulgaria, dan Polandia. Negara-negara ini sering disebut sebagai negara Dunia Kedua.
Sebagian besar NSB terdapat di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin, suatu kawasan di mana diperkirakan dua pertiga penduduk dunia berada. Taraf pembangunan mereka masih rendah dan juga banyak di antara mereka yang memiliki pendapatan per kapita kurang dari US $1.000 (Bank Dunia, 2006). Nilai tersebut tentu saja sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang sebagian besar memiliki pendapatan per kapita di atas US $10.000.
Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa ada beberapa NSB yang mempunyai pendapatan per kapita di atas US $10.000 bahkan setara dengan pendapatan per kapita negara-negara maju, misalnya Korea Selatan (US $14,000), Kuwait (US $22,470), Arab Saudi (US $10,140) dan Singapura (US $24,760). Namun, negara-negara tersebut belum dianggap sebagai kelompok negara-negara maju karena struktur ekonomi dan masyarakatnya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan NSB lainnya. Menurut Celso Furtado (1964) seorang ekonom Amerika Latin di dalam Arsyad (1999), suatu negara masih disebut sebagai negara yang belum maju (underdeveloped) atau NSB jika di negara tersebut masih terjadi ketidakseimbangan antara jumlah faktor produksi yang dimiliki dengan teknologi yang mereka kuasai sehingga penggunaan modal dan tenaga kerja secara penuh (full utilization) belum tercapai.
Satu-satunya negara di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang pada mulanya dianggap sebagai NSB, tetapi kini dianggap sebagai negara maju adalah Jepang. Belakangan ini juga muncul beberapa negara yang mempunyai taraf pembangunan yang hampir mencapai taraf negara-negara maju, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, dan Hongkong. Mereka sering disebut sebagai Newly Industrializing Countries (NICs).
Bank Dunia dalam World Development Indicators (2006) mengklasifikasikan 3 kelompok negara berdasarkan tingkat pendapatan nasional (Gross National Income = GNI) per kapitanya sebagai berikut: a. Negara berpenghasilan rendah (low-income economies) adalah kelompok negara-negara dengan GNI per kapita di bawah US $765. b. Negara berpenghasilan menengah (middle-income economies) adalah kelompok negara-negara dengan GNI per kapita antara US $766 sampai US$9.385. Kelompok negara berpenghasilan menengah dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1) Negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower-middle-income economies) adalah suatu negara dengan GNI per kapita antara US $766 sampai US $3.035. 2) Negara berpenghasilan menengah ke atas (upper-middle-income economies) adalah suatu negara dengan GNI per kapita antara US $3.036 sampai US $9.385. c. Negara berpenghasilan tinggi (high-income economies) adalah kelompok negara-negara dengan GNI per kapita di atas US $9.386.


CAKUPAN BAHASAN EKONOMI PEMBANGUNAN


CAKUPAN BAHASAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh NSB dalam pelaksanaannya banyak mengalami kegagalan dalam memecahkan masalahmasalah mendasar dari pembangunan, misalnya masalah kemiskinan dan masalah kesenjangan distribusi pendapatan. Kegagalan-kegagalan tersebut telah menimbulkan dorongan bagi para ilmuwan, terutama para ekonom, untuk memperdalam pengetahuan mereka mengenai masalah yang memengaruhi kehidupan sebagian besar umat manusia di bumi ini. Sejak saat itu, aspek-aspek yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi telah menjadi titik perhatian yang sering dibahas oleh para ekonom.
Pandangan-pandangan para ekonom mengenai aspek yang berkaitan dengan masalah-masalah pembangunan di NSB itulah yang kini kita kenal sebagai ekonomi pembangunan. Namun, pola pembahasan yang seragam seperti dalam analisis ekonomi mikro dan ekonomi makro tidak akan kita temui dalam analisis ekonomi pembangunan. Cabang ilmu ekonomi ini belum memiliki suatu pola analisis tertentu yang dapat diterima secara umum.
Belum adanya suatu pola analisis yang dapat diterima secara umum disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pertama, kompleksitas masalah pembangunan dan banyaknya faktor yang memengaruhi pembangunan, yang mengakibatkan melebarnya topik pembahasan di dalam ekonomi pembangunan. Ada beberapa pembahasan dalam ekonomi pembangunan, antara lain masalah pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pembentukan modal, tingkat tabungan domestik, transformasi struktural, dan bantuan luar negeri. Kedua, tidak adanya teori-teori pembangunan yang dapat menciptakan suatu kerangka dasar yang berlaku umum (grand theory) dalam memberikan gambaran mengenai proses pembangunan ekonomi. Hingga saat ini, masih terjadi silang pendapat di antara para ekonom mengenai faktor-faktor apa yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi dan bagaimana mekanisme proses pembangunan ekonomi itu berlangsung.
Namun, hal tersebut tidak berarti karakteristik pola analisis dalam ekonomi pembangunan tidak dapat kita kenali. Jika kita cermati, pada hakikatnya pembahasan-pembahasan dalam ekonomi pembangunan dapat dimasukkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah pembahasan mengenai pembangunan ekonomi, baik yang bersifat deskriptif maupun analitis yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang karakteristik perekonomian dan masyarakat NSB serta implikasinya pada pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelompok kedua adalah pembahasan mengenai berbagai pilihan orientasi kebijaksanaan pembangunan yang dapat dilaksanakan dalam upaya untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi di NSB. Oleh karena itu, Ekonomi Pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu ekonomi yang menganalisis masalah-masalah yang dihadapi oleh NSB dan memberikan landasan teori bagaimana cara untuk mengatasi masalah-masalah tersebut agar NSB dapat membangun ekonominya secara cepat dan berkelanjutan (sustainable).



EVOLUSI FOKUS EKONOMI PEMBANGUNAN

EVOLUSI FOKUS EKONOMI PEMBANGUNAN

Pada akhir dekade 1940-an, ekonomi pembangunan menjadi bidang kajian yang paling sering dibahas, seiring dengan terbebasnya banyak negara di kawasan Asia, Afrika, dan Amerika Latin dari belenggu penjajahan, dan adanya keinginan dari negara-negara tersebut untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju. Selama dekade 1950-an hingga awal dekade 1960-an, kebijakan-kebijakan pembangunan ditekankan pada maksimisasi pertumbuhan GNP melalui proses akumulasi modal dan industrialisasi. Kebijakan-kebijakan yang diambil antara lain menerapkan sistem perencanaan terpusat untuk pertumbuhan investasi modal fisikal, pemanfaatan surplus tenaga kerja, pengembangan industri substitusi impor (ISI), dan mencari bantuan luar negeri. Dengan kata lain, strategi pembangunan berpusat pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan di bidang lainnya diarahkan untuk menunjang keberhasilan pembangunan ekonomi dan mengikuti irama pembangunan di bidang ini. Kenyataannya, strategi ini dihadapkan pada pilihan antara pertumbuhan ekonomi atau pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua kutub strategi pembangunan yang saling mengabaikan (trade-off). Artinya, pembangunan yang menitikberatkan pada aspek pertumbuhan dalam batas-batas tertentu akan mengabaikan aspek pemerataan, begitu juga sebaliknya. 
Berdasarkan pengalaman masa lalu, pilihan pun jatuh pada aspek pertumbuhan sehingga kebijakan pembangunan yang diambil sangat menekankan pada pemacuan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan nantinya aspek pemerataan dapat pula diraih melalui mekanisme tetesan ke bawah (trickle down effect). 
Namun, keberhasilan pembangunan yang ditinjau dari tolok ukur ekonomi klasik tersebut sekiranya tidak mampu merefleksikan realitas kehidupan masyarakat yang sesungguhnya. Angka-angka yang tercermin pada GNP tidak cukup representatif dalam mengungkapkan state of mind masyarakat yang sebenarnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh semakin lebarnya jurang polarisasi ekonomi seiring dengan pesatnya pertumbuhan Pada masa itu, banyak di antara negara yang baru merdeka (NSB) terlahir dalam tatanan konfigurasi ekonomi yang suram. Hal tersebut diindikasikan oleh angka pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, sedangkan angka inflasi tidak terkendali. Konfigurasi yang ekonomi yang suram tersebut tidak memberikan batas toleransi yang luas bagi para pembuat kebijakan di negara terkait untuk berbuat kesalahan. Margin of error yang demikian sempit, tidak memberikan ruang gerak yang cukup untuk memilih berbagai alternatif model pembangunan, kecuali hanya bertumpu pada paradigma pertumbuhan yang konsekuensinya sering kali mengabaikan aspek-aspek sosial dan budaya.
Memasuki dekade 1960-an akhir dan awal dekade 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefinisi. Mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menitikberatkan pada aspek pertumbuhan, namun bagaimana mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan. Beberapa ekonom berpendapat bahwa pertumbuhan yang tercermin pada kenaikan angka-angka GNP tiap tahunnya belum mampu menjadi solusi atas masalah kemiskinan dan ketimpangan sehingga “makna” pembangunan kembali dipertanyakan. Adanya keprihatinan di kalangan para pemerhati masalah-masalah pembangunan memunculkan gagasan baru tentang strategi pembangunan yang lebih memberikan “makna” bagi semua pihak pemangku kepentingan (stakeholders). Bank Dunia memperkenalkan pendekatan pembangunan pertumbuhan dengan pemerataan (redistribution with growth) dan ILO (International Labour Organization) menawarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need approach) sebagai solusi. Untuk literatur pembangunan lainnya ada yang menekankan perlunya pergeseran orientasi dari pembangunan industri menuju pembangunan perdesaan; pergeseran penekanan dari pembentukan modal fisik menuju pembentukan modal insani (human capital) sebagai modal utama pembangunan; dan pentingnya penerapan teknologi tepat guna (appropriate technology) bagi setiap negara Perubahan yang paling mendasar pada ekonomi pembangunan terjadi selama dekade 1970-an dan dekade 1980-an yang dikenal dengan istilah „kebangkitan ekonomi neoklasik‟ (resurgence of neoclassical economics). Jika pada dekade 1950-an para ekonom pembangunan merumuskan teori pembangunan yang dianggap berlaku umum (grand theories) dan strategistrategi yang bersifat umum di dalam upaya memecahkan permasalahan NSB, pada dekade 1970-an dan 1980-an sebaliknya. Fokus kajian ekonomi pembangunan sudah lebih ditekankan pada analisis tentang keberagaman NSB dan pengidentifikasian faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan kinerja ekonomi setiap negara. Analisis berubah dari model pertumbuhan yang sangat agregatif menuju ke model mikro yang disagregatif. Studi diarahkan pada kekhususan karakteristik suatu negara berdasarkan data dan kondisi empiris negara tersebut dan pentingnya penggunaan asumsi yang berbeda ketika menganalisis masalah di suatu NSB. Oleh karena itu, perlu kehatian-hatian di dalam proses pengidentifikasian hubungan-hubungan kelembagaan dan menempatkan elemen-elemen misalnya penduduk, institusi, dan ketersediaan semangat kewirausahaan (entrepreneurship) yang selama ini dianggap given sebagai variabel endogen di dalam analisis pembangunan. Dengan kata lain, pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multidimensional yang juga mencakup perubahan-perubahan mendasar di dalam struktur sosial, perilaku masyarakat, perbaikan sistem kelembagaan (institutional development), selain aspek-aspek ekonomi, seperti kenaikan pendapatan per kapita, kemerataan distribusi pendapatan, dan pengentasan

PERKEMBANGAN PERHATIAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI

PERKEMBANGAN PERHATIAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi bukanlah sebuah topik baru dalam ilmu ekonomi karena studi tentang pembangunan ekonomi telah menarik perhatian para ekonom sejak zaman Merkantilis, Klasik, sampai Marx dan Keynes. Bapak ilmu ekonomi, Adam Smith misalnya, telah menyinggung berbagai aspek tentang pembangunan ekonomi dalam karya fenomenalnya yang berjudul The Wealth of Nations (1776). Oleh karena itu, tidaklah tepat kalau kita menganggap bahwa ekonomi pembangunan merupakan suatu bidang analisis yang relatif baru dalam ilmu ekonomi. Akan lebih tepat jika kita mengatakan bahwa analisis-analisis tentang masalah pembangunan yang dilakukan oleh para ekonom sekarang ini merupakan suatu “kebangkitan kembali” untuk memperhatikan masalah-masalah yang dianalisis oleh para ekonom terdahulu. 
Masa “kebangkitan kembali” terhadap masalah-masalah pembangunan ekonomi ini dimulai sejak berakhirnya Perang Dunia Kedua (PD II) karena setelah zaman Adam Smith sampai PD II perhatian terhadap masalah pembangunan ekonomi sangatlah kurang. Kurangnya perhatian terhadap masalah pembangunan ekonomi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pertama, pada masa sebelum PD II sebagian besar negara-negara sedang berkembang (NSB) masih merupakan negara jajahan. Para penjajah merasa tidak perlu untuk memikirkan secara serius mengenai masalah pembangunan di negara jajahan mereka. Tujuan mereka mencari negara-negara jajahan adalah hanya untuk menciptakan keuntungan bagi mereka, bukan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan negara-negara jajahannya tersebut. Kedua, kurangnya usaha dan perhatian dari para pemimpin masyarakat negara-negara jajahan untuk membahas masalah-masalah pembangunan ekonomi. Pada saat itu, mereka hanya memikirkan tentang bagaimana caranya untuk meraih kemerdekaan dari belenggu tirani penjajah. 
Menurut mereka, pembangunan ekonomi hanya bisa dilakukan jika penjajahan telah berakhir. Ketiga, di lingkungan para ekonom sendiri, penelitian dan analisis mengenai masalah pembangunan ekonomi masih terbatas. Para ekonom Barat pada masa itu lebih memusatkan perhatian pada bagaimana mengatasi masalah-masalah ekonomi jangka pendek, seperti kemelesetan ekonomi dan pengangguran karena selama tiga dekade awal abad ke-20, masalah depresi (malaise) dan pengangguran merupakan masalah utama yang dihadapi dunia. Namun, kini setelah PD II berakhir perhatian terhadap masalah pembangunan ekonomi tumbuh dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: Pertama, berkembangnya cita-cita negara-negara yang baru merdeka untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka dalam bidang ekonomi dari negara-negara maju. Negara-negara yang baru merdeka relatif miskin dan juga mengalami masalah kependudukan yang kronis. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi merupakan sesuatu hal yang sangat mendesak untuk segera dilakukan dalam rangka menanggulangi masalah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, berkembangnya perhatian negara-negara maju terhadap usaha pembangunan (khususnya pembangunan ekonomi) di NSB. Fenomena ini didorong oleh rasa kemanusiaan negara-negara maju untuk membantu NSB dalam mengakselerasi laju pembangunan ekonomi mereka agar dapat mengejar ketertinggalan mereka dari negara-negara maju. Selain itu, ada juga pertimbangan lain yaitu untuk mendapat dukungan dalam perang ideologi antara Blok Barat dengan Blok Timur pada masa itu. Bantuan dari negara-negara maju tersebut sifatnya bermacam-macam, misalnya hibah (grant), yang berarti NSB yang menerimanya tidak perlu membayar kembali bantuan tersebut. Bantuan tersebut bentuknya, antara lain dapat berupa bantuan teknik dan tenaga ahli, bantuan bahan makanan, obatobatan ataupun bantuan untuk melakukan studi kelayakan suatu proyek. Bantuan lainnya biasanya berupa pinjaman (loan) dengan syarat-syarat yang jauh lebih mudah dengan tingkat bunga yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan pinjaman komersial biasa.

Saturday, November 3, 2018

Metode Penentuan Obyek Evaluasi Program


Metode Penentuan Obyek Evaluasi

Evaluasi program sebagai penelitian harus memiliki metode dalam menentukan objek evaluasi. Adapun pendekatan dasar yang dapat dilakukan dalam penentuan objek evaluasi seperti yang dikatakan oleh Fitzpatrick dkk (2003: 173- 198) adalah sebagai berikut,
1) Dokumen deskriptif. Perlu membaca dokumen yang berhubungan denga evaluasi untuk mendapat informasi yang sah,
2) Wawancara. Wawancara dapat dilakukan kepada beberapa individu yamg sudah paham atau mengetahui program yang akan dievaluasi, dan
3) observasi. Pengamatan secara langsung bagaimana proses implementasi program tersebut.
Ketiga metode tersebut harus saling mendukung satu sama lainnya. Jika ada perbedaan hasil antara pengamatan dengan temuan dalam dokumen, maka perlu dilakukan klarifikasi melalui wawancara. Atau sebaliknya, jika hasil wawancara dan analisis dokumen tidak sinkron dengan implementasi di lapangan, maka dapat diklarifikasi dari hasil pengamatan. Sehingga ketiga sudut pandang tersebut dapat saling melengkapi


Model-Model Evaluasi Program


Model-Model Evaluasi
Model evaluasi program yang dikembangkan oleh para ahli ada banyak
model. Model-model tersebut cenderung dikembangkan sesuai dengan tujuan
pelaksanaan evaluasi tersebut. Di bawah ini akan diuraikan beberapa model
evaluasi program yang dirancang oleh para ahli, diantaranya:
1. CSE-UCLA Model

CSE-UCLA model menurut Arikunto (2009:44) CSE-UCLA merupakan singkatan dari dua bagian, yaitu CSE dan UCLA. CSE adalah singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA adalah singkatan dari University of California in Los Angeles. CSE-UCLA Evaluation Model menekankan pada lima tahap yang dilakukan, yaitu: perencanaan,
pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. Menurut Fernandes (1984) seperti yang dikutip oleh Arikunto menjelaskan bahwa model CSE-UCLA menjadi empat tahap, yaitu: (1) need assessment, (2) program planning, (3) formative evaluation, dan (4) summative evaluation.
2. Model Brinkerhoff

Seperti yang diuraikan oleh Widoyoko (2013: 187-189) bahwa model evaluasi Brinkerhoff dikembangkan oleh Brinkerhoff & CS (1983). Dikemukakan bahwa ada tiga golongan evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemenelemen yang sama seperti evaluator-evaluator lainnya, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri. Golongan evaluasi tersebut adalah Fixed vs Emergent Evaluation Design, Formative vs Summative Evaluation dan Experimental and Quasi Experimental Design vs Natural/ Unotrusive.
3. Evaluasi Model CIPP
Istilah CIPP adalah singkatan dari Context, Inputs, Processes, and Products. Seperti yang diuraikan oleh Stufflebeam dan Shinkfield (2007:326.) the CIPP model's core concepts are denoted by the acronym CIPP, which stands for evaluations of an entity's context, inputs, processes, and products.

Manfaat Evaluasi Program


Manfaat Evaluasi Program
Arikunto dan Jabar (2009:21) menyatakan bahwa evaluasi program pendidikan adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.
Supervisi sekolah yang diartikan sebagai evaluasi program dapat disama artikan dengan validasi lembaga dan akreditasi. Roswati (2008:66-67) memaparkan tentang manfaat dari evaluasi program: 1) memberikan masukan apakah suatu program dihentikan atau diteruskan,
2) memberitahukan prosedur mana yang perlu diperbaiki,
3) memberitahukan stategi, atau teknik yang perlu dihilangkan/diganti,
4) memberikan masukan apakah program yang sama dapat diterapkan di tempat lain,
 5) memberikan masukan dana harus dialokasikan ke mana,
6) memberikan masukan apakah teori/pendekatan tentang program dapat diterima/ditolak.