Saturday, February 25, 2017

MAKNA MULTIKULTURAL

Pada prinsipnya pendidikan multikultural adalah pendidikan yang sangat menghargai perbedaan. Multikultural dalam hal pendidikan senantiasa membutuhkan motede dan strategi yang di perlukan untuk mengembangkan sikap multikultural. Setiap bentuk kegiatan pasti terdapat tujuan, karena setiap kegiatan mengandung maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai. Tujuan dapat berfungsi sebagai pedoman dalam proses dalam melaksanakan pendidikan multikultural.
               Calarry Sada mengutip tulisan Sleeter dan Grant menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki empat makna (model)[1], yakni:
a.       pengajaran tentang keragaman budaya sebuah pendekatan asimilasi kultural,
b.      pengajaran tentang berbagai pendekatan dalam tata hubungan sosial,
c.       pengajaran untuk memajukan pluralisme tanpa membedakan strata sosial dalam masyarakat,
d.      pengajaran tentang refleksi keragaman untuk meningkatkan pluralisme dan kesamaan.
Dalam mempertimbangkan berbagai devinisi metode tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa metode dan strategi pembelajaran yang berbasis multicultural bertujuan untuk mengembangkan aspek afektif pada peserta didik.
Tujuan pendidikan multikultural adalah mengubah lingkungan pendidikan sehingga dapat meningkatkan rasa saling menghargai bagi semua kelompok budaya serta mendapatkan kesempatan perlindungan hukum dan kesempatan memperoleh pendidikan yang sama.[2] Sedangkan tujuan pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Ainul Yaqin (2005: 26) yakni terdapat dua tujuan yaitu tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan awal dari pendidikan multikultural adalah membangun wacana pendidikan multikultural pada guru, dosen, ahli pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan serta mahasiswa agar kelak mereka mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi kepada peserta didik. Tujuan akhir adalah peserta didik mampu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.[3] Begitu juga yang dirumuskan oleh Zamroni (2011: 140) tujuan pendidikan multikultural yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama bagi peserta didik sehingga dapat meningkatkan kemampuannya secara optimal sesuai dengan minat dan bakat yang ada pada masing-masing peserta didik. [4]



                [1]Clarry Sada, Multicultural Education in Kalimantan Barat; an Overview, dalam Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia, Edisi I, 2004, h. 85.
[2] M.Ainul Yaqin, M.Ed,  Pendidikan Multikultural,  (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hal. 26
[3] Agus Salim. 2006. Teori & Paradigma Penelitian Sosial : Buku Sumber Untuk  Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Tiara Kencana, Edisi Kedua, hal. 72
                [4] Zamroni. (2011).  Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Gavin Kalam Utama. Yogyakarta

ISU MULTIKULTURAL DI INDONESIA.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Beragam suku, budaya dan agama menjadi kebanggaan tersendiri. Akan tetapi keberagaman ini sering menjadi titik awal timbulnya konflik. Konflik antar ras, antar agama maupun konflik internal suatu budaya atau agama. Oleh karena itu pendidikan yang menyeluruh sangat penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan. Pendidikan yang mengajarkan tentang pentingnya berinteraksi dan toleransi. Pendidikan yang mengajarkan bagaimana hidup berdampingan dengan kebudayaan yang berbeda., yaitu pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural mengajarkan untuk berpegang teguh kepada kesatuan dan toleransi tidak memandang suatu ras, budaya atau agama. Pada pendidikan multikultural sosok yang paling disorot adalah guru. Karena guru sangat berperan penting dalam mengembangkan pemikiran peserta didik. Bukan hanya pendidikan umum tapi juga pendidikan rohani peserta didik. Tentu saja seorang guru harus memiliki strategi pembelajaran nilai-nilai multikultural dan mampu memahami dan menerapkannya.
Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan rasa toleransi. Baik agama, ras, maupun budaya. Dalam pengertian yang luas pendidikan sama dengan hidup, dalam arti segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Sehingga pendidikan tidak berlangsung dalam batas usia tertentu tetapi sepanjang hidup manusia.[1] Begitu juga dengan pendidikan multikultural, perlu proses untuk bisa memahami nilai-nilai multikultural itu sendiri. Karena pendidikan multikultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya.[2] Multikulturalisme menekankan terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada.[3] Pendidikan multikultural sangat relevan diterapkan di negara-negara yang multietnis dan multibudaya seperti di Indonesia. Karena Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia.[4] Dengan tujuan untuk memahamkan masyarakatnya bahwa di manapun berada kita tetap akan berdampingan dengan orang yang berbeda budaya dengan kita.
Dalam mengikatkan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Multikultural. Ada 4 strategi kompetensi guru yang disadur dari Journal of Teacher Education, yaitu Issues Excange Activity (Marshall 1995), ABC’s models (XU, 2000), The Cultural Imersion Procet (Wrest, 1998), dan Service Learning (Barton, 1999).[5] Dari ke-empat strategi tersebut, keempatnya sama-sama mengarahkan calon guru untuk memahami kultur budayanya sendiri, dan budaya orang lain. Namun ada perbedaan mencolok pada strategi di atas yaitu ranah afektif dan kognitif. Dalam Strategi Cultural Imerson Project dan Service Learning calon guru dituntut untuk terlibat langsung dalam kultur budaya lain sehingga strategi ini menyentuh ranah afektif. Dan untuk Issues Exchange Activity dan ABC’s models cenderung ke ranah kognitif. Sedangkan menurut Abdullah Aly (2005) dalam Seminarnya yang bertajuk Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah Keragaman, strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru adalah pendekatan pedagogik. Pendekatan ini digunakan untuk membahas bagaimana mengasuh dan mendidik peserta didik melalui pendidikan multikultural. dan dalam kaitan ini, ada dua hal penting yang perlu di tekankan yaitu masalah didaktik dan metodik. Didaktik membahas bagaimana cara membuat bahan pelajaran, yang dikaitkan dengan kurikulum, silabus, dan materi dalam pendididkan. Dalam hal ini pendidikan diarahkan untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, dan pemahaman tentang perbedaan kultural. Sedangkan untuk metodik membahas bagaimana cara mengajarkan pealajaran pada peserta didik, yang dikaitkan dengan Manajemen strategi pembelajaran dalam pendidikan multikultural.[6] Pendidikan mulitulkural tidak akan mampu berjalan dengan baik jika dikelola oleh guru yang tidak mempunyai keahlian.[7] Oleh karena itu guru harus menguasai strategi yang tepat untuk mengimplementasikan nilai-nilai multikultural.
             Maka dalam pendidikan multikultur implementasi pendidikan multikultural pada jalur formal dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikannya dengan mata pelajaran yang bersangkutan, misalnya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan sosiologi. Sedangkan pada jalur non formal pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui lembaga pelatihan, kegiatan belajar masyarakat, dll.[8] Namun sebelum melakukan itu sebaiknya guru diberikan pedoman lebih dulu bagaimana cara penerapannya.[9] Sedangkan upaya penanaman nilai-nilai multikultural itu dapat dilakukan oleh para guru terutama guru yang mengampu mata pelajaran ilmu sosial dan pendidikan agama.[10] Dalam hal implementasi ini yang sangat berperan penting adalah guru, karena itu guru harus mampu menjadi panutan untuk para peserta didik. Bukan hanya dalam penguasaan materi pelajaran, akan tetapi dalam menegakkan nilai-nilai muiltikultural. Guru sangat berperan penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti deskriminasi terhadap multicultural di kelas. Sehingga guru sangat dituntut dan harus memiliki dan mengetahui nilai-nilai multikultural.[11] Implementasi pendidikan multikultural seorang guru haruslah peka dengan keadaan peserta didiknya. Tidak mungkin peserta didik dalam satu kelas berasal dari daerah yang sama dan memiliki kebudayaan yang sama pula, selain itu guru juga harus bisa mengerti sifat dan sikap dari masing-masing siswa yang datang dari berbagai daerah asalnya, pasalnya setiap peserta didik yang datang dari darah lain bisa saja memiliki tanggapan berbeda dengan apa yang disampaikan oleh guru, karena memang budaya yang berbeda.[12]  Hal utama yang harus diperhatikan adalah para guru yang memberikan pendidikan multikultural harus memiliki keyakinan bahwa perbedaan budaya itu memiliki kekuatan dan nilai.[13]
Dalam konteks ini, terdapat problem serius yang masih menghinggapi semangat pendidikan agama di Indonesia, dimana hal tersebut dapat dilihat dari visi, tujuan, kurikulum, guru, literatur dan penyikapan terhadap kemajemukan yang masih banyak menyisakan beragam persoalan.[14] Dalam mata pelajaran matematika, seperti pemanfatan daerah setempat dalam pengembangan kurikulum guru juga dapat memanfaatkan budaya daerah setempat seperti artefakatur hasil karya seni daerah yang mengandung unsur matematis sebagai sarana mengajarkan suatu konsep atau prinsip matematika. Sebagai contoh, pola bentuk pada motif batik dapat menjadi alternatif sumber belajar matematika bagi siswa. Bentuk geometri yang dapat dijumpai pada batik berupa titik, garis dan bidang datar. Guru di wajibkan mempertimbangkan konteks sosial budaya daerah setempat termasuk nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi nilai tambah secara kognitif dan afektif guna memperdalam pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika secara multikultural.[15] Di era modern ini terlalu banyak siswa yang lebih condong kepada kebudayaan dunia barat, sebagai contoh kecil adalah lagu yang notabene bukan lagu tradisional dari Indonesia. Nampaknya pendidikan seni kita masih terbelenggu oleh hegemoni musik Barat. Hegemoni ini telah melanda tidak hanya di bidang sosial, ekonomi tetapi juga budaya termasuk pendidikan seninya.[16] Dan peran guru yang wajib mengambil sikap multikulturan di anjurkan untuk menjadi mentor atau membimbing mengajarkan lagu traditional atau kebangasaan.[17] Pendekatan pembelajaran multikultural akan berhasil baik, jika siswa yang memiliki identitas dan karakteristik yang berbeda-beda belajar untuk bekerja bersama, dan Guru harus membantu siswa untuk belajar dan bekerja bersama serta bagaimana siswa melawan stereotypes (seperti prasangka-prasangka) yang mengelilingi mereka.[18]
Di dalam Undang-undang nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa pendidikan nasional diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM),nilai keagamaan,nilai kultural,dan kemajemukan bangsa. Dari pernyataan di atas pendidikan nasional harus mengacu kepada nilai-nilai kearifan lokal serta di dalam Undang-undang juga membahas tentang nilai keagamaan. Hadits juga menyatakan bahwa sikap guru multikulturalisme dalam islam itu erat sekali kaitannya denagn nilai-nilai keagamaan, sebagai hadits : Di dalam hadits juga dikatakan “ tolonglah saudaramu, baik ia berlaku aniaya maupun teraniaya. Seorang sahabat bertanya, wahai rasululloh, kami pasti akan menolongnya jika ia teraniaya, akantetapi bagaimana aku menolongnya jika ia berlaku aniaya? Nabi menjawab: halangi dan cegahlah dia agar tidak berbuat aniaya. Yang demikian itulah pertolongan baginya. ( H.R Bukhari).[19] Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai keberagaman.[20] Dalam sudut pandang agama sikap guru yang menerapkan multikulturalisme memang harus tetap dijaga sampai ranah aqidah dan akhlaq. Inti dari multikulturalisme dalam agama ialah sikap saling toleransi antar agama, tidak adanya sikap diskriminatif, saling menghormati setiap ibadah yang dilaksanakan dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika . Indonesia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan inti dari segala agama, dan menghormati kebebasan setiap warga Negara untuk memeluk salah satu agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.[21] Pendidikan agama harus menekankan nilai multikulturalisme agar semua umat beragama mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai agama dan atnik melalui dunia pendidikan, sehingga kesadaran untuk berbudaya akan tercapai.[22]
Menurut John P. Koter & James l. Heskett (1996) sebagaimana dikutip Isjoni, suatu budaya dinyatakan baik apabila ia serasi dan selaras dengan konteks atau kondisi obyektif di mana seseorang berada. Hanya budaya yang serasi secara kontekstual dan strategis yang dapat meningkatkan kinerja. Pemikiran Paulo Freire yang mengatakan bahwa pendidikan harus mampu menciptakan harmonisme sosial dalam sebuah kehidupan masyarakat yang beragam secara kultur.[23] Dalam implementasinya dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan kurikulum, Guru yang efektif akan merancang pembelajaran secara terintegrasi dengan melibatkan aktivitas siswa dalam menulis dan membaca. Siswa diajak untuk mencari dan menemukan informasi untuk sharing dalam diskusi dalam kelompok belajar. Guru yang efektif adalah guru yang antusias terhadap materi pembelajaran, tetapi juga dapat mengendalikan waktu belajar di kelas.[24]
Ada pepatah menyatakan “ambil yang baik buang jauh-jauh yang jelek” artinya nilai positif dalam dunia globalisasi kita implementasikan tetapi hal-hal yang negatif buang jauh-jauh untuk tidak diimplementasikan.
Implementasi kurikulum dalam pengajarannya di lembaga pendidikan harus bisa maksimal tentang nilai - nilai norma kebudayaan yang beragam yang disispkan kedalam materi bahan ajar. Pelaksanaan pendidikan multikultural tidak harus merubah kurikulum. Pelajaran untuk pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman (model) bagi guru untuk menerapkannya. Yang utama, siswa perlu diajari apa yang dipelajari mereka mengenai toleransi, kebersamaan.[25] Didalam bahan materi yang diajarkan guru diharapkan untuk bisa menyampaikan tentang penghormatan atau rasa menghargai terhadap hak seluruh warga negara, dengan tidak membedakan ras, suku, ideologi, budaya, warna kulit dan ditumbuhkan rasa menghargai hak minoritas agar tercipta rasa saling memiliki satu sama lain, rasa kasih sayang.[26] Seorang guru harus bisa merefleksikan atau membawakan materi yang berupa ilmu pengetahuan itu dengan baik dalam upayanya guru harus mengembangkan berbagai perlakuan, dimulai dari membuat suasana kelas itu nyaman jauh dari unsur cacimaki antar peserta didik yang berbeda ras, kemudian guru dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk mengakses segala informasi mengenai pembelajaran menyangkut perbedaan keberagaman budaya yang terjadi. Perkembangan masyarakat yang sangat dinamis disertai masalah-masalah sosial yang dewasa ini terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya.[27]
Jika kita pandang dengan paradigma keberagaman yang inklusif dan juga pluralis berarti menerima pendapat dan pemahaman lain yang memiki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam membangun rasa multikultural, yang menghargai pendapat dan pemahaman di dalam lembaga pendidikan peran guru sebagai tauladan harus bisa membawa atau menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman. Tidak membedakan atau mendiskriminasikan untuk menerima pelajaran yang sama tentunya dengan pendekatan-pendekatan yang mudah di mengerti siswa agar ilmu yang diajarkan dapat terserap masuk dan tertanam di dalam hati para siswa. Peranan guru sebagai pendidik didalam lembaga pendidikan harus bisa mengintegrasikan berbagai ragam budaya, ideologi yang ada didalam peserta didik dimulai dari pembentukan kurikulum yang mengacu pada pedoman dasar nilai - nilai keberagaman budaya. Cara guru mengajar sehingga semua peserta didik dapat menerima ilmu pengetahuan yang akan diterapkan di dalam kehidupan sehari - hari dan sebagai dasar peserta didik untuk membangun masa depannya.[28] Di era multikulturalisme dan pluralisme ini, pendidikan agama sedang mendapat tantangan karena ketidak-mampuannya dalam membebaskan peserta didik ke luar dari eksklusifitas beragama. Wacana kafir-iman, muslim non-muslim, surga-neraka seringkali menjadi bahan pelajaran di kelas yang selalu diindoktrinasi sehingga membuat agama hanya sebagai candu untuk sekedar mengikuti dari wacana - wacana tersebut. Sehingga nilai - nilai yang terkandung di dalam agama yang sebenarnya merupakan pokok untuk berpedoman dasar, tidak secara utuh masuk ke dalam sanubari siswa jika, para guru salah dalam memberi pemahaman dan penjelasan menyangkut arti dari keberagamaan. Maka moralitas pendidikan agama guru harus di tingkatkan dan diperhatikan karena itu merupakan kunci utama suksesnya pendidikan.[29]
Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan rasa toleransi. Baik agama, ras, maupun budaya. Dalam pengertian yang luas pendidikan sama dengan hidup, dalam arti segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Multikulturalisme menekankan terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada. Dalam mengikatkan Kompetensi Guru dalam Pendidikan Multikultural. Ada 4 strategi kompetensi guru yang disadur dari Journal of Teacher Education, yaitu Issues Excange Activity (Marshall 1995), ABC’s models (XU, 2000), The Cultural Imersion Procet (Wrest, 1998), dan Service Learning (Barton, 1999). Menurut Sopiah implementasi pendidikan multikultural pada jalur formal dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikannya dengan mata pelajaran yang bersangkutan, misalnya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan sosiologi. Sedangkan pada jalur non formal pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui lembaga pelatihan, kegiatan belajar masyarakat, dll, Jika kita pandang dengan paradigma keberagaman yang inklusif dan juga pluralis berarti menerima pendapat dan pemahaman lain yang memiki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam membangun rasa multikultural, yang menghargai pendapat dan pemahaman di dalam lembaga pendidikan peran guru sebagai tauladan harus bisa membawa atau menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman.



[1] Haryati, Tri Astutik. “ISLAM DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL” .http://ejournal.stainpamekasan.ac.id (accessed September 14, 2015)  
[2]  Muliadi,erlan.”Urgensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di Sekolah” Volume 1. No. 1 (2012) : 56-68  
[3] Haryati, Tri Astutik. ISLAM DAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id (accessed September 14, 2015) 
[4] Muqoyyidin, Andik Wahyu Fakultas Agama Islam Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang: (jurnal pendidikan islam:volum 1,Nomor 2,Desember2012/1434 
[5] Mendatu, Achmanto. “Strategi Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Pendidikan” Multikultural.http://www.academia.edu/534/ 
[6] Aly, Abdullah. "Pendidikan Multikultural" paper presented at Seminar Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah Keragaman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, January 8, 2005. 
[7] Rosyada, Dede "Pendidikan Multikultural di Indonesia : Sebuah Pandangan Konseptual" Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei (2014) 
[8] Sopiah. Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam”. http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Forta/article/view/259 (Accessed September 13, 2015)  Sopiah. Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam”. http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Forta/article/view/259 (Accessed September 13, 2015) 
[9] Arifudin, Iis "Urgensi ImplementasiPendidikan Multikultural di Sekolah". Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3m Stain Purwokerto, Vol. 12,No. 2 Mei-Ags (2007):220-233 
[10] Sulistyobudi, Noor “Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah Istimewa Yogyakarta”, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta. 2014 
[11] Najamudin. “MenerapkanPendidikan Multikultural Dalam Proses Pembelajaran di Madrasah Melalui Pengelolaan Kelas”. http://sumut.kemenag.go.id/(akses 15 September 2015) 
[12] Muliadi,erlan.”Urgensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di Sekolah” Volume 1. No. 1 (2012) : 68 
[13] Akhmad Hidayatullah Arifin. "Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Praksis Pendidikan Di Indonesia". Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi , Volume 1, No 1, Juni, (2012) 72 
[14] Susanto, edi. "Pendidikan Agama Berbasis Multikultural". Karsa vol 1. IX no.1 (2006): 783-789 
[15] sri wulandar danoebroto "proses pembelajaran matematika berbasis multiurtural" Jurnal Pembangunan Pendidikan: FondasidanAplikasi  
[16] Ambarwangi, sri.”pendidikan multikultural di sekolah melalui pendidikan seni tradisi” HARMONIA, Volume 13, No. 1 (2013) 
[17] Ziniyati, husniatus salamah.”spendidikan multikultural upaya membangun keberagaman inklusif di sekolah” ISLAMICA, Vol. 1,No. 2,/(2007)  
[18] M.Syaom barliana "pengembangan program IPS berbasis multikultural" Makalah ini pernah disampaikan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI (Konaspi), November 2008 Universitas Pendidikan Ganesha,  
[19] Salmiwati. “URGENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENGEMBANGAN NILAI-NILAI MULTIKULTURALISME”. http://journal.tarbiyahiainib.ac.id (accessed September 14, 2015) 
[20] Artikel Pendidikan Multikultural. Lembaga Penelitian Universitas Gorontalo. Pentingnya Pendidikan Multikultural. 
[21] Suprapto. "Pemahaman dan Sikap GPAI terhadap nila-nilai Multikultural" EDUKASI. vol VII, no.1 (2009): 32-49 
[22] Fauziah, Nur. “PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAMBERWAWASAN MULTIKULTURAL”.http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=01110115 (akses September 14, 2015) 
[23] Sudin, Mokhtardi. “PENDIDIKAN MULTIKULTUR SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN KEBUDAYAAN MELAYU-ISLAM DITENGAH ARUS GLOBAL”. http://download.portalgaruda.org 
[24] Barliana M. Syaom. "Pengembangan Program IPS berbasis Multikultural" Paper presesnted at Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VI (Konaspi), Universitas Pendidikan Ganesha, November 2008. 
[25] Rahmadona, sisca. et al.”Implementasi model pembelajaran multokultural di sekolah dasar di propinsi daerah istimewa Yogyakarta” Jurnal Penelitian Ilmu Pendidika. vol,3 no.1, Maret (2010): 89-102 
[26] Musanna, Al. "Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis Kearifan Lokal". Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan vol 18, no.3 (2015): 328-341 
[27] Rus’an(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu)Sri Dewi Lisnawaty(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu) ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah, Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013 
[28] Praptini. "Peranan pendidikan multikultural dalam menanamkan pendidikan nilai untuk membentuk masyarakat yang menghargai budaya bangsa". Jurnal Generasi Kampus vol 3, no.2 (2010): 40-57 
[29] Ziniyati, husniatus salamah.”spendidikan multikultural upaya membangun keberagaman inklusif di sekolah” ISLAMICA, Vol. 1, No. 2 (2007)  

PENGERTIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Pendidikan merupakan sesuatu yang mengajarkan kita arti tentang pentingnya berinteraksi, toleransi, dan memahami. Pendidikanlah yang mengajarkan tentang bagaimana hidup berdampingan dengan kebudayaan yang berbeda, yaitu pendidikan multikultural. Paulo Freire dalam pedagogy of the oppressed, sebagaimana dikutip oleh M. Yunus Firdaus dalam buku: Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (2005), Freire mengatakan bahwa pendidikan harus mampu menciptakan harmonisme sosial dalam sebuah kehidupan masyarakat yang beragam secara kultur. Sebab pendidikan bukanlah “menara gading” yang harus menjauhi hiruk-pikuk kehidupan sosial. Apalagi di negara Indonesia yang rentan terjadi konflik. Karena itu, pendidikan berbasis multikulturalisme sudah saatnya dijadikan sebagai paradigma atau pijakan dalam sistem pendidikan Indonesia.. Salah satu cara untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang berkarakter yaitu dengan menerapkan pendidikan kepribadian dan diintegritaskan dengan pendidikan multikultural1 [1]
Dalam hal ini, guru sangat berperan penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti deskriminasi terhadap multikultural di kelas. Sehingga guru dituntut memiliki dan mengetahui nilai-nilai multikultural. Pengetahuan seperti ini dapat didapat dengan belajar sendiri maupun pelatihan khusus oleh sekolah yang bersangkutan. Maka diperlukan strategi dalam implementasi pendidikan multikultural. diantaranya dapat dibahas dengan pendekatan pedagogik[2]. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh peserta dididk melalui pendidikan multikultural. sedangkan untuk model-model strateginya dapat disadur dari Journal of Teacher Education, yaitu Issues Excange Activity (Marshall 1995), ABC’s models (XU, 2000), The Cultural Imersion Procet (Wrest, 1998), dan Service Learning (Barton, 1999).[3]
Akan tetapi masih ada saja guru yang kurang memahami karakteristik siswanya, seperti dalam hal pembelajaran atau sikap dan sifatnya. Karena mirisnya guru yang dapat menggabungkan antara pelajaran dengan pendidikan multikultur didalam kelas hanya beberapa, karna guru tidak mau mengubah silabus atau materi yang sudah ada, maka mayoritas guru yang mengajarkan atau menyinggung tentang pendidikan multikultur hanya guru-guru yang ada di bidangnya saja, seperti contohnya guru kewarganegaraan. Padahal pendidikan multikultur ini dapat dimasukan dalam pelajaran lain seperti contohnya pelajaran matematika, motif batik terdapat garis goemetri, lalu pelajaran seni dengan praktik menyanyi tidak harus lagu wajib Indonesia, namun bisa ditambahkan dengan menyanyikan lagu daerah di Indonesia, dan masih banyak lagi contohnya. Hal ini dipandang penting untuk proses output dari sekolah untuk menciptakan peserta didik yang tidak hanya unggul dalam materi pembelajaran yang ada disekolah saja namun memiliki sikap saling menghormati, menghargai, adanya rasa kasih sayang, toleransi dan kebersamaan, memiliki sikap sopan santun terhadap sesama, dan menahami arti perbedaan dan keanekaragaman budaya.
Dengan tetap menjaga nilai budaya dari leluhur, diharapkan guru mampu mengembangkan strategi pembelajaran di dalam kelas, agar peserta didik mampu memahami perbedaan kultur budaya yang terdapat di lingkungannya. Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian guru dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Banyaknya model strategi pembelajaran multikultural dalam kelas dapat mempermudah peserta didik untuk menerima pendidikan multikultur dengan baik. Dan agar peserta didik dapat memahami aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek. Dan lebih jauh lagi peserta didik diharapkan lebih senang bergaul tanpa harus memandang latar belakang kultur dan menunjung tinggi nilai-nilai kerja.



[1] Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial (Paulo Freire dan Y.B. Mangun). Yogyakarta: IRCiSod, 2005.  
[2] Aly, Abdullah. "Pendidikan Multikultural" paper presented at Seminar Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah Keragaman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, January 8, 2005.  
[3] Mendatu, Achmanto. Strategi Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Pendidikan Multikultural.http://www.academia.edu/534/  

Strategi memotivasi peserta didik.

1.      Strategi memotivasi peserta didik.

motivasi peserta didik adalah salah satu tolak ukur menetukan keberhasilan dalam pembelajaran. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Tidak adanya aktivitas belajar tentu akan berdampak terhadap tujuan pembelajaran. Apabila tujuan pembelajaran tidak tercapai, mencerminkan kegagalan yang dilakukan pendidik. Untuk itu, pendidik perlu menciptakan strategi yang tepat dalam memotivasi belajar peserta didik
Motivasi belajar yang dimiliki peserta didik berfungsi sebagai alat pendorong terjadinya prilaku belajar peserta didik, alat untuk mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, alat untuk memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran, dan alat untuk membangun sistem pembelajaran yang bermakna. Oemar Hamalik (2002) secara umum menyebutkan tiga fungsi motivasi, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat (sebagai penggerak) yang merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai sehingga dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menetukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Pupuh Fathurohman dan M. Sobry Suntikno (2010) menyatakan ada beberapa strategi untuk menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, yaitu:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik
Pada permulaan belajar mengajar, terlebih dahulu seorang guru menjelaskan tentang tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran kepada siswa. Makin jelas tujuan yang akan dicapai peserta didik maka makin besar juga motivasi dalam melaksanakan kegiatan belajar.
2. Memberikan hadiah (reward)
Memberikan hadiah kepada peserta didik yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat peserta didik untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, peserta didik yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar peserta didik yang berprestasi.
3. Memunculkan saingan atau kompetensi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya, dan berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Memberikan pujian
Memberikan pujian atau penghargaan kepada peserta didik yang berprestasi sudah sepantasnya dilakukan oleh guru yang bersifat membangun.
5. Memberikan hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar peserta didik tersebut mau mengubah diri dan beruaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar
Kegiatan yang dilakukan guru adalah memberikan perhatian maksimal kepada peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
Guru menanamkan pembiasaan belajar yang baik dengan disiplin yang terarah sehingga peserta didik dapat belajar dengan suasana yang kondusif.
8. Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun komunal (kelompok)
9. Menggunakan metode yang bervariasi
Dalam pembelajaran, metode konvensional harus sudah ditinggalkan guru karena peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dibutuhkan metode yang tepat/bervariasi dalam memberdayakan kompetensi peserta didik.

10. Menggunakan media yang baik serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.