Pendidikan merupakan sesuatu yang mengajarkan kita
arti tentang pentingnya berinteraksi, toleransi, dan memahami. Pendidikanlah
yang mengajarkan tentang bagaimana hidup berdampingan dengan kebudayaan yang
berbeda, yaitu pendidikan multikultural. Paulo Freire dalam pedagogy of the
oppressed, sebagaimana dikutip oleh M. Yunus Firdaus dalam buku: Pendidikan
Berbasis Realitas Sosial (2005), Freire mengatakan bahwa pendidikan harus mampu
menciptakan harmonisme sosial dalam sebuah kehidupan masyarakat yang beragam
secara kultur. Sebab pendidikan bukanlah “menara gading” yang harus menjauhi
hiruk-pikuk kehidupan sosial. Apalagi di negara Indonesia yang rentan terjadi
konflik. Karena itu, pendidikan berbasis multikulturalisme sudah saatnya
dijadikan sebagai paradigma atau pijakan dalam sistem pendidikan Indonesia..
Salah satu cara untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang berkarakter yaitu
dengan menerapkan pendidikan kepribadian dan diintegritaskan dengan pendidikan
multikultural1 [1]
Dalam hal ini, guru sangat berperan penting dalam
menumbuhkan sensitivitas anti deskriminasi terhadap multikultural di kelas.
Sehingga guru dituntut memiliki dan mengetahui nilai-nilai multikultural.
Pengetahuan seperti ini dapat didapat dengan belajar sendiri maupun pelatihan
khusus oleh sekolah yang bersangkutan. Maka diperlukan strategi dalam
implementasi pendidikan multikultural. diantaranya dapat dibahas dengan
pendekatan pedagogik[2].
Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh peserta
dididk melalui pendidikan multikultural. sedangkan untuk model-model
strateginya dapat disadur dari Journal of Teacher Education, yaitu Issues
Excange Activity (Marshall 1995), ABC’s models (XU, 2000), The Cultural
Imersion Procet (Wrest, 1998), dan Service Learning (Barton, 1999).[3]
Akan tetapi masih ada saja guru yang kurang memahami
karakteristik siswanya, seperti dalam hal pembelajaran atau sikap dan sifatnya.
Karena mirisnya guru yang dapat menggabungkan antara pelajaran dengan
pendidikan multikultur didalam kelas hanya beberapa, karna guru tidak mau
mengubah silabus atau materi yang sudah ada, maka mayoritas guru yang
mengajarkan atau menyinggung tentang pendidikan multikultur hanya guru-guru
yang ada di bidangnya saja, seperti contohnya guru kewarganegaraan. Padahal
pendidikan multikultur ini dapat dimasukan dalam pelajaran lain seperti
contohnya pelajaran matematika, motif batik terdapat garis goemetri, lalu
pelajaran seni dengan praktik menyanyi tidak harus lagu wajib Indonesia, namun
bisa ditambahkan dengan menyanyikan lagu daerah di Indonesia, dan masih banyak
lagi contohnya. Hal ini dipandang penting untuk proses output dari sekolah
untuk menciptakan peserta didik yang tidak hanya unggul dalam materi
pembelajaran yang ada disekolah saja namun memiliki sikap saling menghormati,
menghargai, adanya rasa kasih sayang, toleransi dan kebersamaan, memiliki sikap
sopan santun terhadap sesama, dan menahami arti perbedaan dan keanekaragaman
budaya.
Dengan tetap menjaga nilai budaya dari
leluhur, diharapkan guru mampu mengembangkan strategi pembelajaran di dalam
kelas, agar peserta didik mampu memahami perbedaan kultur budaya yang terdapat
di lingkungannya. Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba
membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif
pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda.
Dengan demikian guru dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai
demokrasi. Banyaknya model strategi pembelajaran multikultural dalam kelas
dapat mempermudah peserta didik untuk menerima pendidikan multikultur dengan
baik. Dan agar peserta didik dapat memahami aneka kelompok budaya yang berbeda
dalam masyarakat, bahasa, dan dialek. Dan lebih jauh lagi peserta didik
diharapkan lebih senang bergaul tanpa harus memandang latar belakang kultur dan
menunjung tinggi nilai-nilai kerja.
[1]
Firdaus M. Yunus, Pendidikan Berbasis
Realitas Sosial (Paulo Freire dan Y.B. Mangun). Yogyakarta: IRCiSod, 2005.
[2]
Aly, Abdullah. "Pendidikan Multikultural"
paper presented at Seminar Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah
Keragaman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, January 8, 2005.
[3]
Mendatu, Achmanto. Strategi Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan
Pendidikan Multikultural.http://www.academia.edu/534/
No comments:
Post a Comment