Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan berkembang diawal abad ke-20 dan
mengalami hambatan dalam perkembangannya, kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat cepat, maju dan
memperlihatkan gejala desintegratif.
Perubahan sosial yang cepat itu meliputi berbagi bidang
kehidupan, dan merupakan masalah bagi semua institusi sosial, seperti:
industri, agama, perekonomian, keluarga, perkumpulan-perkumpulan dan
pendidikan. Masalah sosial dalam masyarakat itu juga dirasakan oleh dunia
pendidikan. Masalah pendidikan dalam keluarga, pendidikan disekolah, dan
pendidikan dalam masyarakat merupakan refleksi masalah-masalah sosial dalam
masyarakat.
Gejala-gejala seperti penderitaan rakyat, kegelisahan
sosial, dan desintegrasi sosial (konflik) antar ras konflik politik, konflik
antar golongan agama dan sebagainya merupakan gejala umum yang terdapat dalam
berbagai masyarakat. Krisis yang kita alami sekarang adalah krisis dalam
hubungan antar manusia, tata sosial, dan krisis dalam hal kepercayaan.
Masyarakat pada hakikatnya merupakan sistem hubungan
antara satu dengan yang lain. Tiap masyarakat mengalami perubahan dan
kontinuitas (kelangsungan), integrasi dan desintegrasi, kerjasama dan konflik.
Dasar ikatan masyarakat ialah adanya kepentingan dan nilai-nilai umum yang
diterima oleh anggota-anggotanya. Program yang berlawanan dari
kelompok-kelompok masyarakat menyebabkan berkurangnya kesetian terhadap
nilai-nilai umum itu. Jika hal itu terjadi masyarakat jelas akan mengalami disentegrasi.
R. Linton mendefinisikan nilai-nilai dalam masyarakat
dapat digolongkan menjadi dua yaitu: “nilai-nilai inti (universal), nilai-nilai
periphery (alternatives)”.[1]
Universal sifatnya kuat, integrated, stabil dan diterima
oleh sebagian besar anggota masyarakat, bahkan menjadi dasar daripada tata
sosial masyarakat. Sedangkan alternatifes sifatnya tidak stabil, kurang
integrated dan hanya diterima oleh sebagian anggota masyarakat. Apabila
masyarakat berubah cepat, maka alternatife tumbuh banyak, hal itu dapat
mengaburkan universal, isi nilai-nilai inti menjadi berkurang. Akibatnya
kebudayaan menjadi kehilangan pola dan kesatuannya.
Hilangnya nilai-nilai inti berarti disentegrasi sosial sumber daripadanya ialah
perubahan sosial yang cepat terutama dalam bentuk urbanisasi. Hubungan yang
mula-mula didasari dengan ikhlas berubah menjadi hubungan pamrih. Pergeseran
itulah yang merupakan sumber berbagai masalah sosial. Institusi pendidikan
tidak mampu mengejar perubahan sosial yang cepat itu, yang disebabkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang menimbulkan berbagai kultural. Oleh
karena itu, ahli-ahli sosiologi kemudian menyambungkan
pemikiran-pemikiran untuk turut memecahkan masalah pendidikan itu. Maka
lahirnya suatu disiplin baru yang disebut sosiologi pendidikan.
No comments:
Post a Comment