Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Beragam suku, budaya dan agama menjadi kebanggaan tersendiri. Akan
tetapi keberagaman ini sering menjadi titik awal timbulnya konflik. Konflik
antar ras, antar agama maupun konflik internal suatu budaya atau agama. Oleh karena
itu pendidikan yang menyeluruh sangat penting untuk disosialisasikan kepada
masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan. Pendidikan yang mengajarkan tentang
pentingnya berinteraksi dan toleransi. Pendidikan yang mengajarkan bagaimana
hidup berdampingan dengan kebudayaan yang berbeda., yaitu pendidikan
multikultural. Pendidikan multikultural mengajarkan untuk berpegang teguh
kepada kesatuan dan toleransi tidak memandang suatu ras, budaya atau agama.
Pada pendidikan multikultural sosok yang paling disorot adalah guru. Karena
guru sangat berperan penting dalam mengembangkan pemikiran peserta didik. Bukan
hanya pendidikan umum tapi juga pendidikan rohani peserta didik. Tentu saja
seorang guru harus memiliki strategi pembelajaran nilai-nilai multikultural dan
mampu memahami dan menerapkannya.
Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkan rasa
toleransi. Baik agama, ras, maupun budaya. Dalam pengertian yang luas
pendidikan sama dengan hidup, dalam arti segala situasi dalam hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai
keseluruhan pengalaman belajar setiap orang sepanjang hidupnya. Sehingga
pendidikan tidak berlangsung dalam batas usia tertentu tetapi sepanjang hidup
manusia.[1]
Begitu juga dengan pendidikan multikultural, perlu proses untuk bisa
memahami nilai-nilai multikultural itu sendiri. Karena pendidikan multikultural
mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi, potensi intelektual, sosial,
moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya.[2]
Multikulturalisme menekankan terhadap keanekaragaman kebudayaan yang ada.[3]
Pendidikan multikultural sangat relevan diterapkan di negara-negara yang
multietnis dan multibudaya seperti di Indonesia. Karena Indonesia adalah salah
satu negara multikultural terbesar di dunia.[4]
Dengan tujuan untuk memahamkan masyarakatnya bahwa di manapun berada kita tetap
akan berdampingan dengan orang yang berbeda budaya dengan kita.
Dalam mengikatkan Kompetensi Guru dalam Pendidikan
Multikultural. Ada 4 strategi kompetensi guru yang disadur dari Journal of
Teacher Education, yaitu Issues Excange Activity (Marshall 1995), ABC’s models
(XU, 2000), The Cultural Imersion Procet (Wrest, 1998), dan Service Learning
(Barton, 1999).[5]
Dari ke-empat strategi tersebut, keempatnya sama-sama mengarahkan calon guru
untuk memahami kultur budayanya sendiri, dan budaya orang lain. Namun ada
perbedaan mencolok pada strategi di atas yaitu ranah afektif dan kognitif.
Dalam Strategi Cultural Imerson Project dan Service Learning calon guru
dituntut untuk terlibat langsung dalam kultur budaya lain sehingga strategi ini
menyentuh ranah afektif. Dan untuk Issues Exchange Activity dan ABC’s models
cenderung ke ranah kognitif. Sedangkan menurut Abdullah Aly (2005) dalam
Seminarnya yang bertajuk Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah
Keragaman, strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru
adalah pendekatan pedagogik. Pendekatan ini digunakan untuk membahas bagaimana
mengasuh dan mendidik peserta didik melalui pendidikan multikultural. dan dalam
kaitan ini, ada dua hal penting yang perlu di tekankan yaitu masalah didaktik
dan metodik. Didaktik membahas bagaimana cara membuat bahan pelajaran, yang
dikaitkan dengan kurikulum, silabus, dan materi dalam pendididkan. Dalam hal
ini pendidikan diarahkan untuk mewujudkan kesadaran, toleransi, dan pemahaman
tentang perbedaan kultural. Sedangkan untuk metodik membahas bagaimana cara
mengajarkan pealajaran pada peserta didik, yang dikaitkan dengan Manajemen
strategi pembelajaran dalam pendidikan multikultural.[6]
Pendidikan mulitulkural tidak akan mampu berjalan dengan baik jika dikelola
oleh guru yang tidak mempunyai keahlian.[7]
Oleh karena itu guru harus menguasai strategi yang tepat untuk
mengimplementasikan nilai-nilai multikultural.
Maka dalam pendidikan multikultur implementasi pendidikan multikultural
pada jalur formal dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikannya dengan mata
pelajaran yang bersangkutan, misalnya pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
sosiologi. Sedangkan pada jalur non formal pendidikan multikultural dapat
dilakukan melalui lembaga pelatihan, kegiatan belajar masyarakat, dll.[8]
Namun sebelum melakukan itu sebaiknya guru diberikan pedoman lebih dulu
bagaimana cara penerapannya.[9]
Sedangkan upaya penanaman nilai-nilai multikultural itu dapat dilakukan oleh
para guru terutama guru yang mengampu mata pelajaran ilmu sosial dan pendidikan
agama.[10]
Dalam hal implementasi ini yang sangat berperan penting adalah guru, karena itu
guru harus mampu menjadi panutan untuk para peserta didik. Bukan hanya dalam
penguasaan materi pelajaran, akan tetapi dalam menegakkan nilai-nilai
muiltikultural. Guru sangat berperan penting dalam menumbuhkan sensitivitas
anti deskriminasi terhadap multicultural di kelas. Sehingga guru sangat
dituntut dan harus memiliki dan mengetahui nilai-nilai multikultural.[11]
Implementasi pendidikan multikultural seorang guru haruslah peka dengan keadaan
peserta didiknya. Tidak mungkin peserta didik dalam satu kelas berasal dari
daerah yang sama dan memiliki kebudayaan yang sama pula, selain itu guru juga
harus bisa mengerti sifat dan sikap dari masing-masing siswa yang datang dari
berbagai daerah asalnya, pasalnya setiap peserta didik yang datang dari darah
lain bisa saja memiliki tanggapan berbeda dengan apa yang disampaikan oleh guru,
karena memang budaya yang berbeda.[12] Hal utama yang harus diperhatikan adalah para
guru yang memberikan pendidikan multikultural harus memiliki keyakinan bahwa
perbedaan budaya itu memiliki kekuatan dan nilai.[13]
Dalam konteks ini, terdapat problem serius yang masih
menghinggapi semangat pendidikan agama di Indonesia, dimana hal tersebut dapat
dilihat dari visi, tujuan, kurikulum, guru, literatur dan penyikapan terhadap
kemajemukan yang masih banyak menyisakan beragam persoalan.[14]
Dalam mata pelajaran matematika, seperti pemanfatan daerah setempat dalam
pengembangan kurikulum guru juga dapat memanfaatkan budaya daerah setempat
seperti artefakatur hasil karya seni daerah yang mengandung unsur matematis
sebagai sarana mengajarkan suatu konsep atau prinsip matematika. Sebagai
contoh, pola bentuk pada motif batik dapat menjadi alternatif sumber belajar
matematika bagi siswa. Bentuk geometri yang dapat dijumpai pada batik berupa
titik, garis dan bidang datar. Guru di wajibkan mempertimbangkan konteks sosial
budaya daerah setempat termasuk nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi
nilai tambah secara kognitif dan afektif guna memperdalam pemahaman siswa
terhadap pembelajaran matematika secara multikultural.[15]
Di era modern ini terlalu banyak siswa yang lebih condong kepada kebudayaan
dunia barat, sebagai contoh kecil adalah lagu yang notabene bukan lagu
tradisional dari Indonesia. Nampaknya pendidikan seni kita masih terbelenggu
oleh hegemoni musik Barat. Hegemoni ini telah melanda tidak hanya di bidang
sosial, ekonomi tetapi juga budaya termasuk pendidikan seninya.[16]
Dan peran guru yang wajib mengambil sikap multikulturan di anjurkan untuk
menjadi mentor atau membimbing mengajarkan lagu traditional atau kebangasaan.[17]
Pendekatan pembelajaran multikultural akan berhasil baik, jika siswa yang
memiliki identitas dan karakteristik yang berbeda-beda belajar untuk bekerja
bersama, dan Guru harus membantu siswa untuk belajar dan bekerja bersama serta
bagaimana siswa melawan stereotypes (seperti prasangka-prasangka) yang mengelilingi
mereka.[18]
Di dalam Undang-undang nomor 20/2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa pendidikan nasional
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM),nilai keagamaan,nilai
kultural,dan kemajemukan bangsa. Dari pernyataan di atas pendidikan nasional
harus mengacu kepada nilai-nilai kearifan lokal serta di dalam Undang-undang
juga membahas tentang nilai keagamaan. Hadits juga menyatakan bahwa sikap guru
multikulturalisme dalam islam itu erat sekali kaitannya denagn nilai-nilai
keagamaan, sebagai hadits : Di dalam hadits juga dikatakan “ tolonglah
saudaramu, baik ia berlaku aniaya maupun teraniaya. Seorang sahabat bertanya,
wahai rasululloh, kami pasti akan menolongnya jika ia teraniaya, akantetapi
bagaimana aku menolongnya jika ia berlaku aniaya? Nabi menjawab: halangi dan
cegahlah dia agar tidak berbuat aniaya. Yang demikian itulah pertolongan
baginya. ( H.R Bukhari).[19]
Penerapan pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan
mencegah terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis
multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk
memahami dan menghargai keberagaman.[20]
Dalam sudut pandang agama sikap guru yang menerapkan multikulturalisme memang
harus tetap dijaga sampai ranah aqidah dan akhlaq. Inti dari multikulturalisme
dalam agama ialah sikap saling toleransi antar agama, tidak adanya sikap
diskriminatif, saling menghormati setiap ibadah yang dilaksanakan dan
menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan dalam bingkai Bhineka Tunggal
Ika . Indonesia adalah bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
merupakan inti dari segala agama, dan menghormati kebebasan setiap warga Negara
untuk memeluk salah satu agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.[21]
Pendidikan agama harus menekankan nilai multikulturalisme agar semua umat
beragama mendapatkan kesempatan untuk belajar mengenai agama dan atnik melalui
dunia pendidikan, sehingga kesadaran untuk berbudaya akan tercapai.[22]
Menurut John P. Koter & James l. Heskett (1996)
sebagaimana dikutip Isjoni, suatu budaya dinyatakan baik apabila ia serasi dan
selaras dengan konteks atau kondisi obyektif di mana seseorang berada. Hanya
budaya yang serasi secara kontekstual dan strategis yang dapat meningkatkan
kinerja. Pemikiran Paulo Freire yang mengatakan bahwa pendidikan harus mampu
menciptakan harmonisme sosial dalam sebuah kehidupan masyarakat yang beragam
secara kultur.[23]
Dalam implementasinya dalam dunia pendidikan untuk mengembangkan kurikulum,
Guru yang efektif akan merancang pembelajaran secara terintegrasi dengan
melibatkan aktivitas siswa dalam menulis dan membaca. Siswa diajak untuk
mencari dan menemukan informasi untuk sharing dalam diskusi dalam kelompok
belajar. Guru yang efektif adalah guru yang antusias terhadap materi
pembelajaran, tetapi juga dapat mengendalikan waktu belajar di kelas.[24]
Ada
pepatah menyatakan “ambil yang baik buang jauh-jauh yang jelek” artinya nilai
positif dalam dunia globalisasi kita implementasikan tetapi hal-hal yang
negatif buang jauh-jauh untuk tidak diimplementasikan.
Implementasi kurikulum dalam pengajarannya di lembaga
pendidikan harus bisa maksimal tentang nilai - nilai norma kebudayaan yang
beragam yang disispkan kedalam materi bahan ajar. Pelaksanaan pendidikan
multikultural tidak harus merubah kurikulum. Pelajaran untuk pendidikan
multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran lainnya. Hanya saja
diperlukan pedoman (model) bagi guru untuk menerapkannya. Yang utama, siswa
perlu diajari apa yang dipelajari mereka mengenai toleransi, kebersamaan.[25]
Didalam bahan materi yang diajarkan guru diharapkan untuk bisa menyampaikan
tentang penghormatan atau rasa menghargai terhadap hak seluruh warga negara,
dengan tidak membedakan ras, suku, ideologi, budaya, warna kulit dan
ditumbuhkan rasa menghargai hak minoritas agar tercipta rasa saling memiliki
satu sama lain, rasa kasih sayang.[26]
Seorang guru harus bisa merefleksikan atau membawakan materi yang berupa ilmu
pengetahuan itu dengan baik dalam upayanya guru harus mengembangkan berbagai
perlakuan, dimulai dari membuat suasana kelas itu nyaman jauh dari unsur
cacimaki antar peserta didik yang berbeda ras, kemudian guru dapat memberi
peluang kepada peserta didik untuk mengakses segala informasi mengenai
pembelajaran menyangkut perbedaan keberagaman budaya yang terjadi. Perkembangan
masyarakat yang sangat dinamis disertai masalah-masalah sosial yang dewasa ini
terus berkembang membutuhkan perhatian dan kepekaan dari seluruh elemen bangsa
tidak hanya dari para pakar dan pemerhati masalah sosial namun juga dunia
pendidikan yang punya peran sangat strategis sebagai wahana dan “agent of
change” bagi masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik
dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar
biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Untuk itu dipandang
sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural dalam sistem
pendidikan di Indonesia baik melalui substansi maupun model pembelajaran. Hal
ini dipandang penting untuk memberikan pembekalan dan membantu perkembangan
wawasan pemikiran dan kepribadian serta melatih kepekaan peserta didik dalam
menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang terjadi pada
lingkungan masyarakatnya.[27]
Jika kita pandang dengan paradigma keberagaman yang
inklusif dan juga pluralis berarti menerima pendapat dan pemahaman lain yang
memiki basis ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam membangun rasa multikultural,
yang menghargai pendapat dan pemahaman di dalam lembaga pendidikan peran guru
sebagai tauladan harus bisa membawa atau menciptakan suasana pembelajaran yang
nyaman. Tidak membedakan atau mendiskriminasikan untuk menerima pelajaran yang
sama tentunya dengan pendekatan-pendekatan yang mudah di mengerti siswa agar
ilmu yang diajarkan dapat terserap masuk dan tertanam di dalam hati para siswa.
Peranan guru sebagai pendidik didalam lembaga pendidikan harus bisa
mengintegrasikan berbagai ragam budaya, ideologi yang ada didalam peserta didik
dimulai dari pembentukan kurikulum yang mengacu pada pedoman dasar nilai -
nilai keberagaman budaya. Cara guru mengajar sehingga semua peserta didik dapat
menerima ilmu pengetahuan yang akan diterapkan di dalam kehidupan sehari - hari
dan sebagai dasar peserta didik untuk membangun masa depannya.[28]
Di era multikulturalisme dan pluralisme ini, pendidikan agama sedang mendapat
tantangan karena ketidak-mampuannya dalam membebaskan peserta didik ke luar
dari eksklusifitas beragama. Wacana kafir-iman, muslim non-muslim, surga-neraka
seringkali menjadi bahan pelajaran di kelas yang selalu diindoktrinasi sehingga
membuat agama hanya sebagai candu untuk sekedar mengikuti dari wacana - wacana
tersebut. Sehingga nilai - nilai yang terkandung di dalam agama yang sebenarnya
merupakan pokok untuk berpedoman dasar, tidak secara utuh masuk ke dalam
sanubari siswa jika, para guru salah dalam memberi pemahaman dan penjelasan
menyangkut arti dari keberagamaan. Maka moralitas pendidikan agama guru harus
di tingkatkan dan diperhatikan karena itu merupakan kunci utama suksesnya
pendidikan.[29]
Pendidikan adalah usaha untuk
menumbuhkan rasa toleransi. Baik agama, ras, maupun budaya. Dalam pengertian
yang luas pendidikan sama dengan hidup, dalam arti segala situasi dalam hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Multikulturalisme menekankan terhadap
keanekaragaman kebudayaan yang ada. Dalam mengikatkan Kompetensi Guru dalam
Pendidikan Multikultural. Ada 4 strategi kompetensi guru yang disadur dari
Journal of Teacher Education, yaitu Issues Excange Activity (Marshall 1995),
ABC’s models (XU, 2000), The Cultural Imersion Procet (Wrest, 1998), dan
Service Learning (Barton, 1999). Menurut Sopiah implementasi pendidikan
multikultural pada jalur formal dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikannya
dengan mata pelajaran yang bersangkutan, misalnya pendidikan kewarganegaraan
dan pendidikan sosiologi. Sedangkan pada jalur non formal pendidikan
multikultural dapat dilakukan melalui lembaga pelatihan, kegiatan belajar
masyarakat, dll, Jika kita pandang dengan paradigma keberagaman yang inklusif
dan juga pluralis berarti menerima pendapat dan pemahaman lain yang memiki
basis ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam membangun rasa multikultural, yang
menghargai pendapat dan pemahaman di dalam lembaga pendidikan peran guru
sebagai tauladan harus bisa membawa atau menciptakan suasana pembelajaran yang
nyaman.
[1]
Haryati, Tri Astutik. “ISLAM DAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL” .http://ejournal.stainpamekasan.ac.id (accessed September
14, 2015)
[2] Muliadi,erlan.”Urgensi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural di Sekolah”
Volume 1. No. 1 (2012) : 56-68
[3]
Haryati, Tri Astutik. “ISLAM DAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL”
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id
(accessed September 14, 2015)
[4]
Muqoyyidin, Andik Wahyu Fakultas Agama Islam Universitas Pesantren Tinggi Darul
‘Ulum Jombang: (jurnal pendidikan islam:volum 1,Nomor 2,Desember2012/1434
[5]
Mendatu, Achmanto. “Strategi Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan
Pendidikan” Multikultural.http://www.academia.edu/534/
[6]
Aly, Abdullah. "Pendidikan Multikultural" paper presented at Seminar
Pendidikan Multikultural Sebagai seni mengolah Keragaman, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, January 8, 2005.
[7]
Rosyada, Dede "Pendidikan Multikultural di Indonesia : Sebuah Pandangan
Konseptual" Sosio Didaktika: Vol. 1, No. 1 Mei (2014)
[8]
Sopiah. Pendidikan Multikultural Dalam Pendidikan Islam”.
http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Forta/article/view/259
(Accessed September 13, 2015) Sopiah. Pendidikan
Multikultural Dalam Pendidikan Islam”.
http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Forta/article/view/259
(Accessed September 13, 2015)
[9]
Arifudin, Iis "Urgensi ImplementasiPendidikan Multikultural di Sekolah".
Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3m Stain Purwokerto, Vol. 12,No. 2
Mei-Ags (2007):220-233
[10]
Sulistyobudi, Noor “Implementasi Pendidikan Multikultural di SMA Daerah
Istimewa Yogyakarta”, Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya
Yogyakarta. 2014
[11]
Najamudin. “MenerapkanPendidikan Multikultural Dalam Proses Pembelajaran di
Madrasah Melalui Pengelolaan Kelas”. http://sumut.kemenag.go.id/(akses 15
September 2015)
[12]
Muliadi,erlan.”Urgensi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural di Sekolah” Volume 1. No. 1 (2012) : 68
[13] Akhmad
Hidayatullah Arifin. "Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Praksis
Pendidikan Di Indonesia". Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan
Aplikasi , Volume 1, No 1, Juni, (2012) 72
[14]
Susanto, edi. "Pendidikan Agama Berbasis Multikultural". Karsa
vol 1. IX no.1 (2006): 783-789
[15]
sri wulandar danoebroto "proses pembelajaran matematika berbasis
multiurtural" Jurnal
Pembangunan Pendidikan: FondasidanAplikasi
[16]
Ambarwangi, sri.”pendidikan multikultural di sekolah melalui pendidikan seni
tradisi” HARMONIA, Volume 13, No. 1 (2013)
[17] Ziniyati, husniatus salamah.”spendidikan multikultural
upaya membangun keberagaman inklusif di sekolah” ISLAMICA, Vol. 1,No.
2,/(2007)
[18]
M.Syaom barliana "pengembangan program IPS berbasis multikultural" Makalah ini pernah disampaikan Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia VI (Konaspi), November 2008 Universitas Pendidikan
Ganesha,
[19]
Salmiwati. “URGENSI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PENGEMBANGAN NILAI-NILAI
MULTIKULTURALISME”. http://journal.tarbiyahiainib.ac.id (accessed September
14, 2015)
[20]
Artikel Pendidikan Multikultural. Lembaga Penelitian Universitas Gorontalo.
Pentingnya Pendidikan Multikultural.
[21]
Suprapto. "Pemahaman dan Sikap GPAI terhadap nila-nilai
Multikultural" EDUKASI. vol VII, no.1 (2009): 32-49
[22]
Fauziah, Nur. “PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAMBERWAWASAN MULTIKULTURAL”.http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=01110115
(akses September 14, 2015)
[23]
Sudin, Mokhtardi. “PENDIDIKAN MULTIKULTUR SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN
KEBUDAYAAN MELAYU-ISLAM DITENGAH ARUS GLOBAL”. http://download.portalgaruda.org
[24]
Barliana M. Syaom. "Pengembangan Program IPS berbasis
Multikultural" Paper presesnted at Konvensi Nasional Pendidikan
Indonesia VI (Konaspi), Universitas Pendidikan Ganesha, November 2008.
[25]
Rahmadona, sisca. et al.”Implementasi model pembelajaran multokultural di
sekolah dasar di propinsi daerah istimewa Yogyakarta” Jurnal Penelitian
Ilmu Pendidika. vol,3 no.1, Maret (2010): 89-102
[26]
Musanna, Al. "Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis Kearifan Lokal".
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan vol 18, no.3 (2015): 328-341
[27]
Rus’an(Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu)Sri Dewi Lisnawaty(Dosen
Jurusan Tarbiyah STAIN Datokarama Palu) ISTIQRA’, Jurnal Penelitian Ilmiah,
Vol. 1, No. 1 Januari-Juni 2013
[28]
Praptini. "Peranan pendidikan multikultural dalam menanamkan pendidikan
nilai untuk membentuk masyarakat yang menghargai budaya bangsa". Jurnal
Generasi Kampus vol 3, no.2 (2010): 40-57
[29]
Ziniyati, husniatus salamah.”spendidikan multikultural upaya membangun
keberagaman inklusif di sekolah” ISLAMICA, Vol. 1, No. 2 (2007)
No comments:
Post a Comment