A. UPACARA ADAT SULAWESI
Meskipun sebagian besar masyarakat Sulawesi Tengah telah memeluk
agama Islam dan Kristen, namun di sisi lain masih banyak upacara adat yang
tetap dijalankan sampai saat ini. Upacara-upacara tersebut merupakan warisan
tradisi nenek moyang yang berdasarkan pada kepercayaan asli mereka. Berbagai
upacara yang diselenggarakan masyarakat terutama yang berkenaan dengan
lingkaran/daur hidup manusia (life cycle), yang terdiri atas kelahiran, masa dewasa,
perkawinan, dan kematian. Di samping itu masih banyak upacara lain yang
berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari.
1.
Upacara masa hamil (katiana)
Katiana adalah upacara
masa hamil suku Pamona, yaitu upacara selamatan kandungan pada masa hamil yang
pertama seorang ibu. Upacara Katiana ini biasanya dilakukan apabila kandungan
itu sudah berumur 6 atau 7 bulan, saat kandungan dalam perut sang ibu sudah
mulai membesar. Adapun tujuan
pelaksanaan upacara masa hamil (katiana) adalah untuk memohon keselamatan ibu,
rumah tangga, dan khususnya keselamatan bayi di dalam kandungan. Dengan upacara
ini, bayi di dalam kandungan diharapkan dapat tumbuh subur, sempurna, dan tidak
banyak mengganggu kesehatan sang ibu.
2.
Upacara masa kelahiran dan masa bayi (Moana)
Upacara ini di
dalamnya terdiri atas beberapa upacara yang berangkaian, yaitu upacara
pemotongan tumbuni (plancenta), perawatan placenta, bayi naik ayunan, dan anak
mulai menginjak tanah. Upacara moana ini masih merupakan rangkaian proses
pelaksanaan dari upacara Katiana.
3.
Upacara menjelang masa dewasa (Maasa)
Upacara
menjelang dewasa pada suku bangsa Pamona dikenal dengan nama Maasa (upacara
potong gigi atau upacara meratakan gigi) baik untuk laki-laki maupun untuk
perempuan. Upacara ini dilakukan bagi anak-anak yang berumur antara 12 sampai
dengan 16 tahun.
Maksud dari upacara Maasa
ini adalah mengantar sang anak yang menjelang dewasa ke alam kedewasaan, agar
di dalam perjalanan hidupnya nanti ia dapat memperoleh kebahagiaan hidup, tanpa
adanya gangguan mental dan fisik. Di samping itu agar memperoleh keselamatan,
murah rezeki, panjang umur, dapat menjaga diri sebaik-baiknya, dapat mengikuti
pergaulan dan kehidupan kemasyarakatan, sopan santun serta dapat menghayati
adat dan kebiasaan para leluhurnya.
Yang tidak kurang
pentingnya adalah bahwa dengan upacara ini merupakan suatu pernyataan resmi
dari pihak keluarga, dari pihak orang tuanya bahwa anak-anaknya sudah
mengakhiri masa kanak-kanaknya dan diantarkan ke alam hidup kedewasaan.
4.
Upacara kematian, terdiri dari:
a. Mompolomoasi
Tau Majua Mokoasa
Upacara tradisional
yang dilakukan pada saat seseorang menjelang masa kematiannya disebut
Mompolomoasi Tau Malua Nokoasa (menyelamatkan orang sakit menjelang saat
kematiannya). Upacara ini merupakan awal pelaksanaan upacara kematian bagi
seseorang yang menghadapi sakaratul maut di mana orang tersebut didoakan atau
diobati agar roh atau jiwa si sakit yang dalam sekarat dapat dikembalikan ke
dalam tubuhnya, atau kembali ke alam baka dengan tenang.
Tujuan dari penyelenggaraan
upacara Mompolomoasi Tau Malua Mokoasa adalah agar orang yang dalam keadaan
sakaratul maut atau saat menghadapi ajal, didoakan atau diobati menurut tata
cara atau kepercayaan masyarakat yang berlaku dalam masyarakat.
b. Mongkariang
Adapun maksud dari
pelaksanaan upacara mongkariang adalah untuk menghormati seseorang yang telah
meninggal dunia, maka diperlukan adanya suatu penjagaan secara bergantian yang
dilakukan oleh seluruh pihak keluarga yang terlibat dalam upacara ini, sampai
batas waktu yang telah ditentukan. untuk dikuburkan. Dengan tujuan agar pihak
keluarga yang berduka cita diharapkan, hadir pada saat upacara penguburan
dilaksanakan, demikian pula orang-orang tua adat, tokoh-tokoh dan peinuka
masyarakat, serta seluruh keluarga baik yang tinggal di desa maupun yang berada
di luar desa.
c. Mompemate
Upacara Mompemate
(Penguburan), atau sering disebut juga “Upacara Penyimpanan Mayat” (Ndatabe).
Upacara Ndatabe adalah penyimpanan jenazah pada tambea (tempat penyimpanan
jenazah) sampai menjadi tulang belulang yang bersih yang letaknya agak jauh
terpisah dari penduduk. Bila jenazah tersebut tinggal tulang belulang diadakan
upacara Mompemate (memindahkan tulang belutang tersebut ke gua-gua).
Tujuannya agar mayat
itu tidak menjadi busuk, Ialu mayat itu disimpan di tambea dalam suatu
rumah kecil yang berdiri di atas tiang, di mana mayat itu disimpan sampai
menjadi tengkorak atau tulang belulang.
d. Mogave
Upacara Mogave
adalah salah satu rangkaian upacara pemindahan tulang-tulang jenazah itu
dipindahkan pada satu tempat yang tertentu, seperti pada gua-gua, lubang-lubang
batu, untuk selama-lamanya. Untuk itulah sebagai kelanjutan upacara ini adalah
upacara pesta besar buat orang mati (mogave). Upacara ini disebut pesta buat
orang mati, karena masing-masing jenazah yang telah dikuburkan kemudian
dikumpulkan tulang-tulangnya untuk diadakan upacara tersendiri.[1]
e. Meloa
Upacara sesudah
penguburan disebut Meloa (membesuk, berkunjung ke tempat penyimpanan tulang).
Maksud dan Tujuan Upacara: Upacara meloa diadakan dengan maksud untuk memberi
doa kepada orang mati, agar selama dalam perjalanannya menuju ke dunia mati,
dapat selamat dan rohnya diterima oleh Pueng Lamoa, di samping sebagai tanda
pernyataan cinta kasih dari sanak keluarga/isteri/suami yang telah
ditinggalkan.
Tujuan daripada upacara
ini, adalah agar keluarga yang masih hidup dapat sadar atas keberadaannya bahwa
setiap orang yang masih hidup itu akan mengalami kematian, ini berarti bahwa
suatu peringatan bagi orang-orang yang masih hidup, agar mereka dapat melakukan
lial-hal yang baik saja dan menghindari hal-hal yang bertentangan menurut adat
dan kepercayaan yang telah dianut.[2]
[1]https://books.google.co.id/books/about/Upacara_tradisional_upacara_kematian_dae.html?id=B6ciAAAAMAAJ&redir_esc=y, diunduh pada tanggal 06 November 2016 pada pukul 17:30 wib.
[2] http://telukpalu.com/2007/07/meloa/, diunduh pada
tanggal 06 November 2016 pada pukul 18:48 wib.
No comments:
Post a Comment