Saturday, February 25, 2017

UPACARA ADAT SULAWESI

A.  UPACARA ADAT SULAWESI
Meskipun sebagian besar masyarakat Sulawesi Tengah telah memeluk agama Islam dan Kristen, namun di sisi lain masih banyak upacara adat yang tetap dijalankan sampai saat ini. Upacara-upacara tersebut merupakan warisan tradisi nenek moyang yang berdasarkan pada kepercayaan asli mereka. Berbagai upacara yang diselenggarakan masyarakat terutama yang berkenaan dengan lingkaran/daur hidup manusia (life cycle), yang terdiri atas kelahiran, masa dewasa, perkawinan, dan kematian. Di samping itu masih banyak upacara lain yang berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari.
1.    Upacara masa hamil (katiana)
Katiana adalah upacara masa hamil suku Pamona, yaitu upacara selamatan kandungan pada masa hamil yang pertama seorang ibu. Upacara Katiana ini biasanya dilakukan apabila kandungan itu sudah berumur 6 atau 7 bulan, saat kandungan dalam perut sang ibu sudah mulai membesar. Adapun  tujuan pelaksanaan upacara masa hamil (katiana) adalah untuk memohon keselamatan ibu, rumah tangga, dan khususnya keselamatan bayi di dalam kandungan. Dengan upacara ini, bayi di dalam kandungan diharapkan dapat tumbuh subur, sempurna, dan tidak banyak mengganggu kesehatan sang ibu.
2.    Upacara masa kelahiran dan masa bayi (Moana)
Upacara ini di dalamnya terdiri atas beberapa upacara yang berangkaian, yaitu upacara pemotongan tumbuni (plancenta), perawatan placenta, bayi naik ayunan, dan anak mulai menginjak tanah. Upacara moana ini masih merupakan rangkaian proses pelaksanaan dari upacara Katiana.
3.    Upacara menjelang masa dewasa (Maasa)
Upacara menjelang dewasa pada suku bangsa Pamona dikenal dengan nama Maasa (upacara potong gigi atau upacara meratakan gigi) baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan. Upacara ini dilakukan bagi anak-anak yang berumur antara 12 sampai dengan 16 tahun.
Maksud dari upacara Maasa ini adalah mengantar sang anak yang menjelang dewasa ke alam kedewasaan, agar di dalam perjalanan hidupnya nanti ia dapat memperoleh kebahagiaan hidup, tanpa adanya gangguan mental dan fisik. Di samping itu agar memperoleh keselamatan, murah rezeki, panjang umur, dapat menjaga diri sebaik-baiknya, dapat mengikuti pergaulan dan kehidupan kemasyarakatan, sopan santun serta dapat menghayati adat dan kebiasaan para leluhurnya.
Yang tidak kurang pentingnya adalah bahwa dengan upacara ini merupakan suatu pernyataan resmi dari pihak keluarga, dari pihak orang tuanya bahwa anak-anaknya sudah mengakhiri masa kanak-kanaknya dan diantarkan ke alam hidup kedewasaan.
4.    Upacara kematian, terdiri dari:
a.   Mompolomoasi Tau Majua Mokoasa
Upacara tradisional yang dilakukan pada saat seseorang menjelang masa kematiannya disebut Mompolomoasi Tau Malua Nokoasa (menyelamatkan orang sakit menjelang saat kematiannya). Upacara ini merupakan awal pelaksanaan upacara kematian bagi seseorang yang menghadapi sakaratul maut di mana orang tersebut didoakan atau diobati agar roh atau jiwa si sakit yang dalam sekarat dapat dikembalikan ke dalam tubuhnya, atau kembali ke alam baka dengan tenang.
Tujuan dari penyelenggaraan upacara Mompolomoasi Tau Malua Mokoasa adalah agar orang yang dalam keadaan sakaratul maut atau saat menghadapi ajal, didoakan atau diobati menurut tata cara atau kepercayaan masyarakat yang berlaku dalam masyarakat.
b.   Mongkariang
Adapun maksud dari pelaksanaan upacara mongkariang adalah untuk menghormati seseorang yang telah meninggal dunia, maka diperlukan adanya suatu penjagaan secara bergantian yang dilakukan oleh seluruh pihak keluarga yang terlibat dalam upacara ini, sampai batas waktu yang telah ditentukan. untuk dikuburkan. Dengan tujuan agar pihak keluarga yang berduka cita diharapkan, hadir pada saat upacara penguburan dilaksanakan, demikian pula orang-orang tua adat, tokoh-tokoh dan peinuka masyarakat, serta seluruh keluarga baik yang tinggal di desa maupun yang berada di luar desa.
c.    Mompemate
Upacara Mompemate (Penguburan), atau sering disebut juga “Upacara Penyimpanan Mayat” (Ndatabe). Upacara Ndatabe adalah penyimpanan jenazah pada tambea (tempat penyimpanan jenazah) sampai menjadi tulang belulang yang bersih yang letaknya agak jauh terpisah dari penduduk. Bila jenazah tersebut tinggal tulang belulang diadakan upacara Mompemate (memindahkan tulang belutang tersebut ke gua-gua).
Tujuannya agar mayat itu tidak menjadi busuk, Ialu mayat itu disimpan di tambea dalam suatu rumah kecil yang berdiri di atas tiang, di mana mayat itu disimpan sampai menjadi tengkorak atau tulang belulang.
d.   Mogave
Upacara Mogave adalah salah satu rangkaian upacara pemindahan tulang-tulang jenazah itu dipindahkan pada satu tempat yang tertentu, seperti pada gua-gua, lubang-lubang batu, untuk selama-lamanya. Untuk itulah sebagai kelanjutan upacara ini adalah upacara pesta besar buat orang mati (mogave). Upacara ini disebut pesta buat orang mati, karena masing-masing jenazah yang telah dikuburkan kemudian dikumpulkan tulang-tulangnya untuk diadakan upacara tersendiri.[1]
e.    Meloa
Upacara sesudah penguburan disebut Meloa (membesuk, berkunjung ke tempat penyimpanan tulang). Maksud dan Tujuan Upacara: Upacara meloa diadakan dengan maksud untuk memberi doa kepada orang mati, agar selama dalam perjalanannya menuju ke dunia mati, dapat selamat dan rohnya diterima oleh Pueng Lamoa, di samping sebagai tanda pernyataan cinta kasih dari sanak keluarga/isteri/suami yang telah ditinggalkan.

Tujuan daripada upacara ini, adalah agar keluarga yang masih hidup dapat sadar atas keberadaannya bahwa setiap orang yang masih hidup itu akan mengalami kematian, ini berarti bahwa suatu peringatan bagi orang-orang yang masih hidup, agar mereka dapat melakukan lial-hal yang baik saja dan menghindari hal-hal yang bertentangan menurut adat dan kepercayaan yang telah dianut.[2]



[2] http://telukpalu.com/2007/07/meloa/, diunduh pada tanggal 06 November 2016 pada pukul 18:48 wib.

No comments:

Post a Comment