Sunday, December 9, 2018

Peter L. Berger (1929-) Emmanuel Levinas (1905-1995), Max Scheler (1874-1928) Karl Marx (1818-1883), Immanuel Kant (1724-1804) Komparasi Konsep Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat


Komparasi Konsep Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat
Immanuel Kant (1724-1804), kemanusiaan sebagai predisposisi (humanity as a predisposition). Predisposisi berarti kecenderungan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma. Kant membagi tiga fundamen manusia (human nature), yaitu animality; humanity; dan personality. Pertama, animality berkaitan dengan insting seperti memenuhi kebutuhan sandang-pangan, dan kebutuhan seks. Kant menamai proses insting dengan mechanical self-love. Kedua, humanity berada antara predisposisi animality dan personality. Kant membagi dua bentuk predisposisi humanity dalam antropologi, yaitu “technical predisposition” (teknik imperatif dalam hal pembelajaran seperti belajar seni dan ilmu lain) dan “pragmatic predisposition” (aspek pragmatik berkaitan dengan kebijaksanaan atau prudence). Aspek pragmatik dalam humanitas berdiri di atas rasio atau self-love dan berhadapan dengan kondisi sosial. Ketiga, personality berkaitan dengan kesadaran pribadi terhadap moral, dan otonom manusia menyikapi persoalan moral.13 Karl Marx (1818-1883), konsep manusia bahwa dunia manusia adalah negara dan masyarakat. Marx memahami manusia sebagai makhluk sosial. Eksistensi kesosialan manusia berada di dalam Negara. Pekerjaan merupakan tema sentral Marx dalam memahami manusia. Marx membedakan kekhasan pekerjaan antara manusia dan binatang. Binatang bekerja di bawah desakan naluri sesuai kebutuhan, tetapi manusia bekerja secara bebas dan universal. Manusia selalu melahirkan kekuatan-kekuatan hakikat ke dalam realitas alami. Alam manusia mencerminkan siapa itu manusia, dan membuktikan realitas hakikat manusia. Manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial melalui pekerjaan. Ketergantungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai dasar.14 Max Scheler (1874-1928), menurut Scheler bahwa manusia mencapai hakikat apabila mentransendensikan diri sendiri. Kemampuan transenden adalah ciri khas manusia. Manusia mencapai hakikat dalam Iman dan Cinta kepada Tuhan dalam kebersamaan sebuah umat beragama.15 Emmanuel Levinas (1905-1995), Pemikiran Levinas mengenai kemanusiaan terdapat dalam beberapa tulisan, yaitu Totality and Infinity dan Otherwise Than Being. Levinas di sini berupaya memikirkan ulang konsep dan realitas dari “Yang Lain” (Autrui).16 Pemikiran kemanusiaan Levinas seperti contoh konteks pembunuhan. Pembunuhan mengandung kontradiksi logis, dan kontradiksi praktis (in actu exercito). Kontradiksi praktis adalah apa yang dikatakan dan disangkal oleh perbuatan sendiri. Di satu pihak si pembunuh menemui korban, berarti ia mengakui dia sebagai orang lain, ia mengakui dia sebagai sesama manusia, dan di lain pihak, ia menyangkal dia sebagai orang lain, sehingga ia mencabut nyawanya. Kontradiksi adalah bahwa si pembunuh mengakui orang lain sebagai “engkau”, tapi bersamaan ditambahkan “engkau tidak boleh hidup”, “tidak ada tempat untukmu di dunia ini”. Kenyataan ini sebagaimana dalam uraian Levinas bahwa orang lain adalah tampak baginya sebagai “Wajah” (le visage) yang menyapa saya. Apa yang dikatakannya kepada saya, orang lain tidak menggunakan modus indicativus, melainkan modus imperativus. Ia mewajibkan saya untuk mengakui dia sebagai orang lain. Wajah itu mengimbau saya, mengatakan apa yang harus saya lakukan, menunjukkan kewajiban saya terhadapnya. Penampilan “Wajah” menyuruh saya menghormati dia. Inti imbauan Wajah itu kepada saya adalah: “jangan membunuh”. Sebagai pembunuh saya jatuh dalam kontradiksi, karena saya mengakui korban sebagai orang lain dan serentak juga melanggar imbauan yang keluar dari alteritasnya. Saya mengadakan totalisasi. Saya memasukkan alteritas orang lain dalam totalitas saya, kata Levinas. Penyangkalan alteritas orang lain bisa terjadi dengan pelbagai cara. Banyak bentuk untuk memasukkan orang lain. dalam proyek totalisasi saya. Misalnya, saya bisa mendominasi orang lain untuk “menggunakan” dia bagi tujuan saya. Penyangkalan alteritas orang lain paling ekstrem adalah dengan membunuh dia. Pembunuhan adalah penyangkalan paling radikal. Pembunuhan adalah cara paling ekstrem untuk memasukkan orang lain dalam proyek totalisasi saya; begitu ekstrem, sehingga alteritasnya tercaplok sama sekali, tidak ada sisa lagi.17 Peter L. Berger (1929-). Pemikiran Peter L. Berger tentang kemanusiaan terdapat dalam beberapa karya tulis seperti The Social Construction Of Reality. Konsep mengenai konstruksionisme oleh sosiolog interpretative: Peter L. Berger bersama Thomas Luckman banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilannya. Manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat memiliki pengertian bahwa seseorang baru menjadi seorang pribadi beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya. Proses dialektis mempunyai tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di mana ia berada. Manusia tidak sebagai ketertutupan lepas dari dunia luar. Manusia berusaha menangkap diri dalam menghasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi yaitu hasil yang tercapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif akan menghadapi si penghasil sebagai fakta yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Proses objektivasi, bahwa masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Bagi Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, melainkan ia dibentuk dan dikonstruksi. Pemahaman realitas berwajah ganda atau plural bahwa setiap manusia mempunyai konstruksi berbedabeda atas suatu realitas.

No comments:

Post a Comment