Komparasi Konsep
Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat
Immanuel
Kant (1724-1804), kemanusiaan sebagai predisposisi (humanity as a
predisposition). Predisposisi berarti kecenderungan menerima atau menolak
sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma. Kant membagi tiga fundamen manusia
(human nature), yaitu animality; humanity; dan personality. Pertama, animality
berkaitan dengan insting seperti memenuhi kebutuhan sandang-pangan, dan
kebutuhan seks. Kant menamai proses insting dengan mechanical self-love. Kedua,
humanity berada antara predisposisi animality dan personality. Kant membagi dua
bentuk predisposisi humanity dalam antropologi, yaitu “technical
predisposition” (teknik imperatif dalam hal pembelajaran seperti belajar seni
dan ilmu lain) dan “pragmatic predisposition” (aspek pragmatik berkaitan dengan
kebijaksanaan atau prudence). Aspek pragmatik dalam humanitas berdiri di atas
rasio atau self-love dan berhadapan dengan kondisi sosial. Ketiga, personality
berkaitan dengan kesadaran pribadi terhadap moral, dan otonom manusia menyikapi
persoalan moral.13 Karl Marx (1818-1883), konsep manusia bahwa dunia manusia
adalah negara dan masyarakat. Marx memahami manusia sebagai makhluk sosial.
Eksistensi kesosialan manusia berada di dalam Negara. Pekerjaan merupakan tema
sentral Marx dalam memahami manusia. Marx membedakan kekhasan pekerjaan antara
manusia dan binatang. Binatang bekerja di bawah desakan naluri sesuai
kebutuhan, tetapi manusia bekerja secara bebas dan universal. Manusia selalu
melahirkan kekuatan-kekuatan hakikat ke dalam realitas alami. Alam manusia
mencerminkan siapa itu manusia, dan membuktikan realitas hakikat manusia.
Manusia membuktikan diri sebagai makhluk sosial melalui pekerjaan.
Ketergantungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai dasar.14
Max Scheler (1874-1928), menurut Scheler bahwa manusia mencapai hakikat apabila
mentransendensikan diri sendiri. Kemampuan transenden adalah ciri khas manusia.
Manusia mencapai hakikat dalam Iman dan Cinta kepada Tuhan dalam kebersamaan
sebuah umat beragama.15 Emmanuel Levinas (1905-1995), Pemikiran Levinas
mengenai kemanusiaan terdapat dalam beberapa tulisan, yaitu Totality and
Infinity dan Otherwise Than Being. Levinas di sini berupaya memikirkan ulang
konsep dan realitas dari “Yang Lain” (Autrui).16 Pemikiran kemanusiaan Levinas
seperti contoh konteks pembunuhan. Pembunuhan mengandung kontradiksi logis, dan
kontradiksi praktis (in actu exercito). Kontradiksi praktis adalah apa yang
dikatakan dan disangkal oleh perbuatan sendiri. Di satu pihak si pembunuh
menemui korban, berarti ia mengakui dia sebagai orang lain, ia mengakui dia
sebagai sesama manusia, dan di lain pihak, ia menyangkal dia sebagai orang lain,
sehingga ia mencabut nyawanya. Kontradiksi adalah bahwa si pembunuh mengakui
orang lain sebagai “engkau”, tapi bersamaan ditambahkan “engkau tidak boleh
hidup”, “tidak ada tempat untukmu di dunia ini”. Kenyataan ini sebagaimana
dalam uraian Levinas bahwa orang lain adalah tampak baginya sebagai “Wajah” (le
visage) yang menyapa saya. Apa yang dikatakannya kepada saya, orang lain tidak
menggunakan modus indicativus, melainkan modus imperativus. Ia mewajibkan saya
untuk mengakui dia sebagai orang lain. Wajah itu mengimbau saya, mengatakan apa
yang harus saya lakukan, menunjukkan kewajiban saya terhadapnya. Penampilan
“Wajah” menyuruh saya menghormati dia. Inti imbauan Wajah itu kepada saya
adalah: “jangan membunuh”. Sebagai pembunuh saya jatuh dalam kontradiksi,
karena saya mengakui korban sebagai orang lain dan serentak juga melanggar
imbauan yang keluar dari alteritasnya. Saya mengadakan totalisasi. Saya
memasukkan alteritas orang lain dalam totalitas saya, kata Levinas.
Penyangkalan alteritas orang lain bisa terjadi dengan pelbagai cara. Banyak
bentuk untuk memasukkan orang lain. dalam proyek totalisasi saya. Misalnya,
saya bisa mendominasi orang lain untuk “menggunakan” dia bagi tujuan saya.
Penyangkalan alteritas orang lain paling ekstrem adalah dengan membunuh dia.
Pembunuhan adalah penyangkalan paling radikal. Pembunuhan adalah cara paling
ekstrem untuk memasukkan orang lain dalam proyek totalisasi saya; begitu
ekstrem, sehingga alteritasnya tercaplok sama sekali, tidak ada sisa lagi.17
Peter L. Berger (1929-). Pemikiran Peter L. Berger tentang kemanusiaan terdapat
dalam beberapa karya tulis seperti The Social Construction Of Reality. Konsep
mengenai konstruksionisme oleh sosiolog interpretative: Peter L. Berger bersama
Thomas Luckman banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi
sosial atas realitas. Tesis utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat
adalah produk dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat
tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus-menerus mempunyai aksi
kembali terhadap penghasilannya. Manusia adalah hasil atau produk dari
masyarakat memiliki pengertian bahwa seseorang baru menjadi seorang pribadi
beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya. Proses dialektis
mempunyai tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap
peristiwa. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi
manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah
menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat di
mana ia berada. Manusia tidak sebagai ketertutupan lepas dari dunia luar.
Manusia berusaha menangkap diri dalam menghasilkan suatu dunia dengan kata
lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi
yaitu hasil yang tercapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan
eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif akan
menghadapi si penghasil sebagai fakta yang berada di luar dan berlainan dari
manusia yang menghasilkannya. Proses objektivasi, bahwa masyarakat menjadi
suatu realitas suigeneris. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih
merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa
sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Bagi
Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang
diturunkan oleh Tuhan, melainkan ia dibentuk dan dikonstruksi. Pemahaman
realitas berwajah ganda atau plural bahwa setiap manusia mempunyai konstruksi
berbedabeda atas suatu realitas.
No comments:
Post a Comment