Sekolahmerupakan tempat yang bisa mengembangkan karakter/ budaya, pengetahuan, dan keterampilan siswa melalui
kurikulum yang dijalankan secara baik dan konsisten. Pendidikan dan
pembelajaran bertujuan melahirkan siswa yang kompeten. Jarvis (1983: 35) mengungkapkan tiga elemen kompetensi, yaitu: 1) pengetahuan
dan pemahaman, mencakup disiplin akademik, elemen psikomotor, hubungan
interpersonal, dan nilai-nilai moral; 2) keterampilan-keterampilan,
mencakup melaksanakan prosedur-prosedur yang bersifat psikomotorik dan
berinteraksi dengan orang lain; dan 3) sikap-sikap profesional, mencakup
pengetahuan tentang profesionalisme, komitmen emosi terhadap profesionalisme,
dan kesediaan untuk bertindak secara profesional.
Lebih lanjut UNESCO (Delors,
1997) menekankan pentingnya empat pilar yang harus dilakukan dalam semua proses
pendidikan, yaitu: belajar untuk mengetahui (learning to know); belajar
untuk berbuat (learning to do); belajar untuk mandiri (learning to be);
dan belajar untuk hidup bersama (learning to live together).
Survey yang dilakukan oleh Harvard
Seminar Participans mengenai keinginan dan kebutuhan warga USA terhadap
pendidikan umum atau sekolah-sekolah di Amerika Serikat menunjukkan hasil: 16
persen ilmu pengetahuan, 32 persen keterampilan, dan 52 persen nilai, (Reeves,
2002: 76). Di samping cerdas dan terampil, keluaran sekolah harus berakhlak.
Henderson
(1960: 114) menulis, “We can find the
basis for morality in our own natures, in the conduct necessary to realize our
best potentialities and the kind of society in which man could live as man”.
Peserta didik pada dasarnya mengetahui nilai-nilai moral, tugas pendidik adalah
menguatkan dan membimbing mereka agar cenderung pada kebaikan, menghindari dan
mencegah keburukan.
MANSA
merumuskan nilai-nilai keunggulan, yaitu: UngguL, ILmiah, AmaLiyah, IBAdah dan
Bertanggungjawab (ULIL ALBAB). Pembentukan karakter/budaya dilakukan melalui
kurikulum dan pembiasaan, baik melalui kegiatan rutin, spontan, maupun
keteladanan, serta kegiatan yang terprogram.
Madrasah ini menggunakan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP). Pendidikan karakter terintegrasi dalam
kurikulum MANSA, tepatnya dalam setiap mata pelajaran. Penanaman karakter
diintegrasikan kedalam setiap materi pelajaran. Materi pelajaran dan kegiatan
pembelajaran mengandung nilai tertentu yang diupayakan bisa dimiliki oleh
siswa. Strategi pembelajaran dilakukan dengan berbasis masalah, kerjasama, dan
kerja. Proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan metode Aktif,
Interaktif, Komunikatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM).
Kurikulum harus sejalan dengan budaya
dan karakter bangsa. Mata Pelajaran Muatan Lokal yang diajarkan adalah Bahasa
Jawa, Bahasa Perancis, Kewirausahaan, dan Karya Tulis Ilmiah (KTI). Kecuali
itu, MANSA juga memberikan pelajaran tambahan kepada para siswa dan guru,
seperti pelatihan pemadam kebakaran, workshop anti narkoba, dan seminar
persahabatan.
Para pengembang
kurikulum harus memerhatikan aspek moral, seperti ditulis John D. McNeil (1977:
213-4), “People are becoming increasingly
aware that without a moral base, no governmental, technological, or material
approach to these issues will suffice. Hence, curriculum developers, too, are
animated by an undercurrent of moral concern”. Penanaman nilai bisa
dilakukan melalui pengintegrasian nilai ke dalam kurikulum. Karena itu, para
guru harus diberi pemahaman atau pelatihan tentang cara mengintegrasikan nilai
tersebut ke dalam setiap materi pelajaran. Dengan demikian, guru berada di
garda depan penyadaran dan pengembangan nilai.
No comments:
Post a Comment