Sebelum mendirikan homeschooling, kak Seto dan rekan-rekan yang peduli terhadap
pendidikan mulai mempromosikan tentang pendidikan alternatif melalui komunitas
ASAH PENA (asosiasi sekolah rumah dan pendidikan alternatif) di komunitas ASAH
PENA ini kak Seto menjabat sebagai ketua umum. ASAH PENA berdiri sejak 4 Mei
2006 (Kembara, 2007). Tujuan ASAH PENA sendiri adalah“untuk mengorganisir dan
melayani keluarga-keluarga penggiat pendidikan alternatif, serta menjembatani
antara keluarga pesekolah rumah, dan pendidikan-pendidikan alternatif pada
umumnya dengan pemerintah”. Dengan kata lain ASAH PENA didirikan untuk mewadahi
penyelenggaraan homeschooling dan
pendidikan alternatif diIndonesia. setelah itu pada tahun 2007, ASAH PENA
menandatangani nota kesepahaman (MOU) bersama Depdiknas berisi pengakuan
komunitas sekolahrumah sebagai salah satu “satuan pendidikan non-formal” yang
diakui negara (Asmani, 2012).
Ketika melakukan wawancara awal dengan
bagian humas dan beberapa siswa HSKS tingkat SMA siswa yang pindah dari sekolah
formal ke HSKS karena berbagai macam alasan diantaranya adalah: jam belajar dan
mata pelajaran di sekolah formal yang padat, adanya keterbatasan fisik dan
mental yang mengakibatkan bullying,
dan orang tua yang di tugaskan bekerja pindah-pindah kota. Serta waktu belajar
di homeschooling yang relatif singkat
hanya 3 kali pertemuan dalam seminggu di sisa harinya bisa mereka gunakan untuk
bekerja maupun mengembangkan minat dan bakat dibidang lain.
Jenjang pendidikan di homeschooling kak Seto pusat mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA.
Pada tingkat SD terdiri dari kelas I sampai kelas VI, pada tingkat SMP terdiri
dari kelas VII sampai kelas IX, sedangkan pada tingkat SMA terdiri dari kelas X
sampai kelas XII. program pembelajaran di HSKS pusat yaitu komunitas dan distance learning. Penulis hanya fokus
di tingkat SMA dan program komunitas. Selain itu di HSKS Pusat tidak hanya
menerima anak-anak normal saja tetapi menerima juga anak berkebutuhan khusus
(ABK).
Tidak hanya di sekolah formal di homeschooling pun membutuhkan kurikulum
sebagaipedoman dasar penyelenggaraan pembelajaran. Dari studi awal yang telah
dilakukan ditemukan bahwa kurikulum di homeschooling
kak Seto Pusat masih mengacu pada peraturan menteri pendidikan nasional No. 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP). Hanya saja ada yang dimodifikasi dari kurikulumnya tersebut
dan dikembangkan kembali sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat anak. untuk
itu pengembangan kurikulum tidak sepenuhnya dikembangkan lagi oleh pemerintah,
tetapi homeschooling juga diberikan
ruang untukmengembangkan kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan, minat dan bakat
anak. Tanpa adanya kurikulum suatu lembaga pendidikan termasuk homeschooling tidak
akan mempunyai arah, karena tidak mempunyai rencana kemana peserta didiknya
akan diarahkan. Karena di HSKS Pusat anak berkebutuhan khusus dan anak normal
kelasnya disatukan ini menjadi hambatan sekaligus tantangan tersendiri untuk
para tutornya bagaimana mereka menangani berbagai macam karakter siswa yang
berbeda-beda satu sama lain pada saat mengajar. Hasil penelitian ini diharapkan
memberikan masukan bagi lembaga homeschooling
dan pihak-pihak yang terkait dalam implementasi kurikulum di lembaga homeschooling untuk meningkatkan
kualitas,terutama dalam mengembangkan kurikulumnya, menambah pengetahuan bagi
pembaca mengenai implementasi pengembangan kurikulum di lembaga homeschooling.
No comments:
Post a Comment