ARTI
PENTING KONSEP PEMASARAN POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM
Pendekatan pemasaran
memang tidak menjamin kemenangan, namun pemasaran memberikan konsep untuk
memudahkan bagaimana partai, kandidat dan program politik ditawarkan sebagaimana
menawarkan produk komersial (Cangara: 2009).
Dengan
melihat fungsi dan peraturan di atas maka partai politik dan kandidat peserta
pemilihan umum menyusun strategi yang tepat dengan disesuaikan dengan ketentuan
peraturan yang berlaku agar dapat memenangkan pemilihan umum secara sah.
Beberapa disiplin ilmu diterapkan untuk membuat perencanaan kampanye agar
semakin terarah, efektif dan effisien untuk meraih kemenangan dalam sebuah
pemilihan.
Penggunaaan
konsep manajemen komunikasi dengan memanfaatkan sarana dan sumber daya yang ada
diharapakan dapat tetap menjamin berlangsungnya komunikasi politik yang
terbuka, kreatif, edukatif dan demokratis. Dari sudut kandidat politik,
Czudnowski dalam Riswanda Imawan (1988: 42-43) mengemukakan tujuh variabel yang
menentukan seseorang terpilih atau tidak terpilih dalam suatu pemilihan.
Bahkan
ketujuh variabel ini berpengaruh terhadap kinerja (performance) seorang (calon)
elit politik: 1). Social Bacground. Faktor ini berhubungan dengan pengaruh
status sosial ekonomi keluarga, di mana seseorang kandidat dibesarkan. Berbagai
hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang kandidat yang dilahirkan dalam
keluarga yang berpandangan liberal maka ia akan cenderung menjadi demokratis.
Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam keluarga konservatif akan memiliki
kecenderungan otoriter. 2). Political Socialization. Sosialisasi politik yang
diterima seseorang terbukti akan membetuk persepsi politiknya. Melalui
sosialisasi, seseorang akan mengetahui penanganan tugas-tugas dan isu-isu yang
berkaitan dengan tugas politik tertentu. Pengalaman sosialisasi ini akan dapat
memberikan masukan tentang berbagai jabatan publik, kemampuan dan ketrampilan
yang dibutuhkan untuk meraih jabatan publik tertentu yang dianggap cocok.
Dengan berbagai pengetahuan itu maka seorang kandidat akan dapat mempersiapkan
kampanye dengan baik untuk meraih suara dalam sebuah pemilihan. 3). Initial
Political Activity. Faktor ini menunjuk pada latar belakang aktivitas dan
pengalaman politik seseorang kandidat. Pengalaman berorganisasi misalnya, akan
memberi bekal bagaimana sebuah team bekerja sama dan bernegoisasi dalam rangka
menggolkan sebuah isu politik menjadi sebuah kebijakan. 4). Apprenticeship.
Magang merupakan cara paling effektif mengenalkan kandidat terhadap peran
politik yang dikehendakinya dengan bimbingan orang yang lebih berpengalaman.
Dengan cara ini seseorang kandidat akan tahu mekanisme dan budaya kerja yang
terkait dengan pekerjaan dalam jabatan publiknya. 5). Occupational Variables.
Faktor ini menunjukkan perlunya seorang kandidat meningkatkan kemampuan dan
pengalaman kerjanya, agar ia dapat melakukan tugas-tugas yang terkait dengan
pengelolaan aspirasi masyarakat. 6). Motivations. Asumsi pakar politik tentang
motivasi seseorang terjuan dalam politik adalah karena adanya harapan atau
ekspektasi terhadap penghargaan pribadi (personal reward), dan orientasi mereka
terhadap tujuan bersama (collective goals).
Seorang
elit biasanya menggabungkan keduanya, atau bahkan memanipulasi tujuan pribadi
(personal needs) menjadi kepentingan masyarakat (public objective). 7).
Selection. Hal ini terutama berkaitan dengan cara seleksi seseorang menjadi
kandidat. Seleksi tertutup mengharuskan seorang kandidat berasal dari dalam
partai ini berlaku dalam pemilihan umum legislative 2004 tetapi pada tahun 2009
masyarakat menghendaki calon-calon yang dekat dengan mereka dan UU Pemilu
memungkinkan pemilih memilih nama. Dengan jumlah pemilih 147 juta, maka untuk
effisiensi kontestan pemilihan umum harus menyusun strategi dan menentukan
skala prioritas dengan mengidentifikasi dan membuat klasifikasi segmen calon
pemilih.
Dalam
hal ini Noeradi dalam Suwardi (ed.) (2002: 145) membagi segmen calon pemilih
potensial yang harus digarap oleh partai-partai politik dalam tujuh kelompok
khalayak, yaitu: 1). Anggota partai politik, karena dianggap loyal dan captured
market sehingga hampir pasti memberikan suara kepada partai politiknya, namun
kenyataan di lapangangan sering membuktikan lain; 2). Media massa yang memiliki
kemampuan membentuk opini publik (public opinion); 3). simpatisan, yaitu mereka
karena sebab tertentu enggan menjadi anggota partai politik, tetapi menunjukkan
sikap mendukung terhadap arah kebijakan partai politik tertentu; 4). pemilih
pemula, yaitu mereka yang dalam pemilihan umum 2009 baru pertama kali memilih.
Mereka lahir 1990-1992 dan sepenuhnya tersosialisasi politik orde baru dan
telah pulih dari trauma G30/S/PKI; 5). pensiunan, yaitu kelompok marjinal yang
seringkali dianggap tidak potensial karena sudah uzur sehingga sering
ditinggalkan oleh partai-partai politik namun jumlah mereka cukup besar
mengingat angka harapan hidup semakin meningkat; 6). kelompok minoritas, yaitu
kelompok yang merasa diabaikan dan terpinggirkan dalam proses sosial dan
pembangunan selama ini. Hal ini bisa terjadi karena keturunan, kepercayaan,
asal atau pandangannya; 7). floating mass, yaitu kelompok calon pemilih
mengambang tidak terikat pada partai politik dan sulit ditebak sikapnya, namu
jumlah mereka sangat banyak. Mereka sering disebut juga sebagai silent
majority.
No comments:
Post a Comment