Saturday, November 3, 2018

ARTI PENTING KONSEP PEMASARAN POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM


ARTI PENTING KONSEP PEMASARAN POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM 
Pendekatan pemasaran memang tidak menjamin kemenangan, namun pemasaran memberikan konsep untuk memudahkan bagaimana partai, kandidat dan program politik ditawarkan sebagaimana menawarkan produk komersial (Cangara: 2009).
Dengan melihat fungsi dan peraturan di atas maka partai politik dan kandidat peserta pemilihan umum menyusun strategi yang tepat dengan disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku agar dapat memenangkan pemilihan umum secara sah. Beberapa disiplin ilmu diterapkan untuk membuat perencanaan kampanye agar semakin terarah, efektif dan effisien untuk meraih kemenangan dalam sebuah pemilihan.
Penggunaaan konsep manajemen komunikasi dengan memanfaatkan sarana dan sumber daya yang ada diharapakan dapat tetap menjamin berlangsungnya komunikasi politik yang terbuka, kreatif, edukatif dan demokratis. Dari sudut kandidat politik, Czudnowski dalam Riswanda Imawan (1988: 42-43) mengemukakan tujuh variabel yang menentukan seseorang terpilih atau tidak terpilih dalam suatu pemilihan.
Bahkan ketujuh variabel ini berpengaruh terhadap kinerja (performance) seorang (calon) elit politik: 1). Social Bacground. Faktor ini berhubungan dengan pengaruh status sosial ekonomi keluarga, di mana seseorang kandidat dibesarkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang kandidat yang dilahirkan dalam keluarga yang berpandangan liberal maka ia akan cenderung menjadi demokratis. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam keluarga konservatif akan memiliki kecenderungan otoriter. 2). Political Socialization. Sosialisasi politik yang diterima seseorang terbukti akan membetuk persepsi politiknya. Melalui sosialisasi, seseorang akan mengetahui penanganan tugas-tugas dan isu-isu yang berkaitan dengan tugas politik tertentu. Pengalaman sosialisasi ini akan dapat memberikan masukan tentang berbagai jabatan publik, kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk meraih jabatan publik tertentu yang dianggap cocok. Dengan berbagai pengetahuan itu maka seorang kandidat akan dapat mempersiapkan kampanye dengan baik untuk meraih suara dalam sebuah pemilihan. 3). Initial Political Activity. Faktor ini menunjuk pada latar belakang aktivitas dan pengalaman politik seseorang kandidat. Pengalaman berorganisasi misalnya, akan memberi bekal bagaimana sebuah team bekerja sama dan bernegoisasi dalam rangka menggolkan sebuah isu politik menjadi sebuah kebijakan. 4). Apprenticeship. Magang merupakan cara paling effektif mengenalkan kandidat terhadap peran politik yang dikehendakinya dengan bimbingan orang yang lebih berpengalaman. Dengan cara ini seseorang kandidat akan tahu mekanisme dan budaya kerja yang terkait dengan pekerjaan dalam jabatan publiknya. 5). Occupational Variables. Faktor ini menunjukkan perlunya seorang kandidat meningkatkan kemampuan dan pengalaman kerjanya, agar ia dapat melakukan tugas-tugas yang terkait dengan pengelolaan aspirasi masyarakat. 6). Motivations. Asumsi pakar politik tentang motivasi seseorang terjuan dalam politik adalah karena adanya harapan atau ekspektasi terhadap penghargaan pribadi (personal reward), dan orientasi mereka terhadap tujuan bersama (collective goals).
Seorang elit biasanya menggabungkan keduanya, atau bahkan memanipulasi tujuan pribadi (personal needs) menjadi kepentingan masyarakat (public objective). 7). Selection. Hal ini terutama berkaitan dengan cara seleksi seseorang menjadi kandidat. Seleksi tertutup mengharuskan seorang kandidat berasal dari dalam partai ini berlaku dalam pemilihan umum legislative 2004 tetapi pada tahun 2009 masyarakat menghendaki calon-calon yang dekat dengan mereka dan UU Pemilu memungkinkan pemilih memilih nama. Dengan jumlah pemilih 147 juta, maka untuk effisiensi kontestan pemilihan umum harus menyusun strategi dan menentukan skala prioritas dengan mengidentifikasi dan membuat klasifikasi segmen calon pemilih.
Dalam hal ini Noeradi dalam Suwardi (ed.) (2002: 145) membagi segmen calon pemilih potensial yang harus digarap oleh partai-partai politik dalam tujuh kelompok khalayak, yaitu: 1). Anggota partai politik, karena dianggap loyal dan captured market sehingga hampir pasti memberikan suara kepada partai politiknya, namun kenyataan di lapangangan sering membuktikan lain; 2). Media massa yang memiliki kemampuan membentuk opini publik (public opinion); 3). simpatisan, yaitu mereka karena sebab tertentu enggan menjadi anggota partai politik, tetapi menunjukkan sikap mendukung terhadap arah kebijakan partai politik tertentu; 4). pemilih pemula, yaitu mereka yang dalam pemilihan umum 2009 baru pertama kali memilih. Mereka lahir 1990-1992 dan sepenuhnya tersosialisasi politik orde baru dan telah pulih dari trauma G30/S/PKI; 5). pensiunan, yaitu kelompok marjinal yang seringkali dianggap tidak potensial karena sudah uzur sehingga sering ditinggalkan oleh partai-partai politik namun jumlah mereka cukup besar mengingat angka harapan hidup semakin meningkat; 6). kelompok minoritas, yaitu kelompok yang merasa diabaikan dan terpinggirkan dalam proses sosial dan pembangunan selama ini. Hal ini bisa terjadi karena keturunan, kepercayaan, asal atau pandangannya; 7). floating mass, yaitu kelompok calon pemilih mengambang tidak terikat pada partai politik dan sulit ditebak sikapnya, namu jumlah mereka sangat banyak. Mereka sering disebut juga sebagai silent majority.

No comments:

Post a Comment