Tuesday, November 27, 2018

Ukuran Pembangunan Ekonomi - PEMBANGUNAN EKONOMI ATAU PERTUMBUHAN EKONOMI


Ukuran Pembangunan Ekonomi - PEMBANGUNAN EKONOMI ATAU PERTUMBUHAN EKONOMI

UKURAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Berdasarkan pengertian tentang pembangunan ekonomi di atas maka untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara diperlukan indikator yang bersifat fisikal, ekonomi, sosial, dan politik yang dapat dikelompokkan menjadi dua indikator, yaitu indikator moneter, indikator nonmoneter, dan indikator yang bersifat campuran. Masing-masing indikator tersebut dibahas berikut ini.
1.      Indikator Moneter
Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita merupakan konsep yang paling sering digunakan sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Konsep pendapatan per kapita itu sendiri merupakan indikator atas kinerja perekonomian secara keseluruhan. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter atas setiap aktivitas ekonomi penduduk suatu negara. Namun, banyak ekonom memandang pendapatan per kapita bukanlah indikator yang terbaik atas kinerja pembangunan suatu negara. Hal ini disebabkan oleh adanya argumen yang menyatakan bahwa pembangunan itu bukan hanya sekadar meningkatkan pendapatan riil saja, namun harus pula disertai oleh perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku yang sebelumnya menjadi penghambat kemajuan-kemajuan ekonomi.
Meskipun di sisi lain pendapatan per kapita dianggap memiliki kelemahan mendasar sebagai indikator pembangunan, pendekatan ini masih relevan untuk digunakan dan mudah untuk dipahami. Pendekatan ini juga mempunyai sebuah kelebihan, di mana ia memfokuskan diri pada masalah inti (raison d'etre) dari pembangunan, yaitu meningkatnya standar hidup dan berkurangnya angka kemiskinan. Dengan kata lain, pendapatan per kapita bukanlah sebuah proxy yang buruk dari struktur sosial dan ekonomi masyarakat. Pendapatan per kapita juga merupakan salah satu variabel penting dalam pembahasan ekonomi makro. Selain digunakan sebagai indikator tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara, pendapatan per kapita juga dapat digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu negara dari masa ke masa, melihat struktur perekonomian suatu negara, serta membandingkan kinerja perekonomian satu negara dengan negara-negara lain. 1) Kelemahan umum pendekatan pendapatan per kapita Salah satu kelemahan mendasar dari pendapatan per kapita sebagai sebuah indikator pembangunan adalah pada ketidakmampuannya untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara utuh. Sering kali adanya kenaikan pendapatan per kapita suatu negara tidak disertai oleh perbaikan kualitas hidup masyarakatnya. Sebenarnya, sudah sejak lama ada keraguan pada konsep pendapatan per kapita sebagai cerminan dari tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh segenap masyarakat. Namun, kita harus tetap menyadari bahwa tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka, di samping itu ada beberapa faktor lain yang di nilai cukup penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan mereka.
Faktor-faktor non-ekonomi, seperti adat istiadat, keadaan iklim dan alam sekitar, serta ada atau tidaknya kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan bertindak merupakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan di negara-negara yang mempunyai tingkat pendapatan per kapita yang relatif sama. Misalnya, apabila penduduk di daerah pegunungan kita asumsikan mempunyai tingkat pendapatan yang relatif sama dengan penduduk yang hidup di daerah dataran rendah. Berdasarkan pada perbedaan kondisi alam dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di daerah dataran rendah adalah lebih tinggi karena pada umumnya penduduk di daerah dataran rendah menghadapi tantangan alam yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan penduduk di daerah pegunungan. Di daerah dataran rendah, iklimnya tidak terlalu dingin, pekerjaan bertani dan bercocok tanam pun lebih mudah dilakukan, dan energi yang dikeluarkan untuk perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya relatif lebih sedikit. Ada tidaknya kebebasan dalam bertindak dan mengeluarkan pendapat juga memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Tidak adanya kebebasan dalam bertindak dan mengeluarkan pendapat di suatu negara (misalnya, pada negara-negara sosialis) menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya selalu dipandang lebih rendah dari yang dicerminkan oleh tingkat pertumbuhan ekonominya. Di sisi lain, beberapa ekonom memandang bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang bersifat subjektif. Artinya, setiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup, dan cara hidup yang berbeda sehingga memberikan nilai yang berbeda pula terhadap faktorfaktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka. Ada sekelompok orang yang lebih menekankan pada pemupukan kekayaan dan tingkat pendapatan yang tinggi sebagai unsur penting untuk mencapai sebuah kepuasan hidup. Ada pula sekelompok orang yang lebih suka untuk memperoleh waktu senggang (leisure time) yang lebih banyak dan enggan untuk bekerja lebih keras untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Di samping itu, perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi mampu merubah kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan masyarakat, misalnya hilangnya rasa komunalitas sehingga masyarakat menjadi bersifat lebih individualistis, hubungan antara anggota masyarakat menjadi lebih formal. Di satu sisi, pembangunan ekonomi dinilai mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi ini harus dicapai dengan beberapa pengorbanan dalam perilaku hidup masyarakat.
2.      Kelemahan metodologis pendekatan pendapatan per kapita
Pendapatan per kapita sebagai indeks yang menunjukkan perbandingan tingkat kesejahteraan antarmasyarakat ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan ini timbul karena pendekatan ini mengabaikan adanya perbedaan karakteristik antar negara, misalnya struktur umur penduduk, distribusi pendapatan masyarakat, kondisi sosial-budaya, dan perbedaan nilai tukar (kurs) satu mata uang terhadap mata uang yang lain. Dibandingkan dengan negara-negara maju, proporsi penduduk usia nonproduktif (di bawah umur) terhadap keseluruhan penduduk di NSB cukup tinggi. Dengan demikian, perbandingan pendapatan setiap keluarga di kedua kelompok negara itu tidaklah seburuk seperti yang digambarkan oleh pendapatan per kapita mereka. Misalnya, keluarga Pak Amir terdiri dari 5 anggota keluarga dengan pendapatan US $900 dan keluarga Pak Badu terdiri dari 3 anggota keluarga dengan pendapatan US $600. Meskipun pendapatan per kapita anggota keluarga Pak Amir lebih rendah dibandingkan pendapatan per kapita anggota keluarga Pak Badu, sangat mungkin keluarga Pak Amir mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan keluarga Pak Badu karena beberapa jenis pengeluaran mendasar, seperti rekening air dan listrik, perumahan, serta barang-barang lain yang digunakan secara bersamasama tidak banyak berbeda di antara kedua keluarga tersebut. Selain tingkat pendapatan, distribusi pendapatan merupakan faktor yang cukup penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Faktor ini sering kali kurang diperhatikan dalam perhitungan tingkat pendapatan per kapita karena asumsi pokok yang digunakan dalam konsep pendapatan per kapita adalah one dollar, one man, artinya setiap orang memiliki proporsi yang sama atas pembentukan pendapatan per kapita. Perkembangan di banyak NSB menunjukkan bahwa seiring dengan proses pembangunannya, distribusi pendapatan justru menjadi semakin timpang. Kondisi tersebut menimbulkan ketidakpuasan terhadap usaha-usaha pembangunan di beberapa NSB karena usaha-usaha pembangunan dianggap hanya menguntungkan sebagian kecil anggota masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tujuan paling mendasar dari pembangunan belum sepenuhnya tercapai.
Paling tidak, ada tiga hal yang menyebabkan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat meskipun tingkat pendapatan per kapitanya secara nominal relatif sama: (a) Pola pengeluaran masyarakat, adanya perbedaan pada pola pengeluaran masyarakat menyebabkan dua negara dengan pendapatan per kapita yang sama belum tentu menikmati tingkat kesejahteraan yang sama. Misalnya, kita asumsikan ada dua orang dengan tingkat pendapatan relatif sama, namun salah seorang di antaranya harus mengeluarkan ongkos angkutan yang lebih tinggi untuk pergi ke tempat kerja, harus berpakaian necis maka tidak dapat dikatakan bahwa kedua orang tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang sama tingginya. (b) Perbedaan iklim, adanya perbedaan iklim juga memungkinkan timbulnya perbedaan pola pengeluaran masyarakat di negara-negara maju dan NSB. Masyarakat di negara maju harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk mencapai suatu tingkat kesejahteraan yang sama dengan di NSB. Seperti kita ketahui, sebagian besar negara maju beriklim dingin dan sebagian besar NSB beriklim tropis. Oleh karena itu, penduduk negara-negara maju sering kali harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk dapat menikmati “iklim tropis” seperti yang biasa dinikmati oleh penduduk NSB. (c) Struktur produksi nasional, adanya perbedaan yang mencolok pada komposisi sektoral juga akan memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Suatu masyarakat akan menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih rendah jika proporsi pendapatan nasional (pengeluaran) yang digunakan untuk anggaran pertahanan dan pembentukan modal (capital formation) lebih tinggi dibandingkan di negara lain yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang relatif sama. Selama ini, metode perhitungan pendapatan nasional bersifat agregatif sehingga tidak dapat menunjukkan perubahan serta distribusi antar sektor. Misalnya, jika sektor pertanian memiliki proporsi sebesar 50% dari GNP dan sektor non-pertanian juga 50% dari GNP maka jika GNP tumbuh sebesar 10% per tahunnya, kemungkinan distribusinya ditunjukkan oleh Tabel 1.2 berikut ini.


No comments:

Post a Comment