Ukuran
Pembangunan Ekonomi - PEMBANGUNAN EKONOMI ATAU PERTUMBUHAN EKONOMI
UKURAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Berdasarkan
pengertian tentang pembangunan ekonomi di atas maka untuk mengukur tingkat
kemajuan pembangunan ekonomi suatu negara diperlukan indikator yang bersifat
fisikal, ekonomi, sosial, dan politik yang dapat dikelompokkan menjadi dua
indikator, yaitu indikator moneter, indikator nonmoneter, dan indikator yang
bersifat campuran. Masing-masing indikator tersebut dibahas berikut ini.
1.
Indikator Moneter
Pendapatan
per kapita Pendapatan per kapita merupakan konsep yang paling sering digunakan
sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk suatu negara. Konsep
pendapatan per kapita itu sendiri merupakan indikator atas kinerja perekonomian
secara keseluruhan. Pendapatan per kapita adalah indikator moneter atas setiap
aktivitas ekonomi penduduk suatu negara. Namun, banyak ekonom memandang
pendapatan per kapita bukanlah indikator yang terbaik atas kinerja pembangunan
suatu negara. Hal ini disebabkan oleh adanya argumen yang menyatakan bahwa
pembangunan itu bukan hanya sekadar meningkatkan pendapatan riil saja, namun
harus pula disertai oleh perubahan-perubahan sikap dan tingkah laku yang
sebelumnya menjadi penghambat kemajuan-kemajuan ekonomi.
Meskipun
di sisi lain pendapatan per kapita dianggap memiliki kelemahan mendasar sebagai
indikator pembangunan, pendekatan ini masih relevan untuk digunakan dan mudah
untuk dipahami. Pendekatan ini juga mempunyai sebuah kelebihan, di mana ia
memfokuskan diri pada masalah inti (raison d'etre) dari pembangunan, yaitu
meningkatnya standar hidup dan berkurangnya angka kemiskinan. Dengan kata lain,
pendapatan per kapita bukanlah sebuah proxy yang buruk dari struktur sosial dan
ekonomi masyarakat. Pendapatan per kapita juga merupakan salah satu variabel
penting dalam pembahasan ekonomi makro. Selain digunakan sebagai indikator
tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara, pendapatan per kapita juga dapat
digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian suatu negara dari masa ke masa,
melihat struktur perekonomian suatu negara, serta membandingkan kinerja
perekonomian satu negara dengan negara-negara lain. 1) Kelemahan umum
pendekatan pendapatan per kapita Salah satu kelemahan mendasar dari pendapatan
per kapita sebagai sebuah indikator pembangunan adalah pada ketidakmampuannya
untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara utuh. Sering kali
adanya kenaikan pendapatan per kapita suatu negara tidak disertai oleh
perbaikan kualitas hidup masyarakatnya. Sebenarnya, sudah sejak lama ada
keraguan pada konsep pendapatan per kapita sebagai cerminan dari tingkat kesejahteraan
yang dinikmati oleh segenap masyarakat. Namun, kita harus tetap menyadari bahwa
tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu faktor yang menentukan
tingkat kesejahteraan mereka, di samping itu ada beberapa faktor lain yang di
nilai cukup penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan mereka.
Faktor-faktor
non-ekonomi, seperti adat istiadat, keadaan iklim dan alam sekitar, serta ada
atau tidaknya kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan bertindak merupakan
beberapa faktor yang dapat menyebabkan adanya perbedaan tingkat kesejahteraan
di negara-negara yang mempunyai tingkat pendapatan per kapita yang relatif
sama. Misalnya, apabila penduduk di daerah pegunungan kita asumsikan mempunyai
tingkat pendapatan yang relatif sama dengan penduduk yang hidup di daerah
dataran rendah. Berdasarkan pada perbedaan kondisi alam dapat dikatakan bahwa
tingkat kesejahteraan penduduk di daerah dataran rendah adalah lebih tinggi
karena pada umumnya penduduk di daerah dataran rendah menghadapi tantangan alam
yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan penduduk di daerah pegunungan. Di
daerah dataran rendah, iklimnya tidak terlalu dingin, pekerjaan bertani dan
bercocok tanam pun lebih mudah dilakukan, dan energi yang dikeluarkan untuk
perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya relatif lebih sedikit. Ada
tidaknya kebebasan dalam bertindak dan mengeluarkan pendapat juga memengaruhi
tingkat kesejahteraan masyarakat. Tidak adanya kebebasan dalam bertindak dan
mengeluarkan pendapat di suatu negara (misalnya, pada negara-negara sosialis)
menyebabkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya selalu dipandang lebih rendah
dari yang dicerminkan oleh tingkat pertumbuhan ekonominya. Di sisi lain,
beberapa ekonom memandang bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat merupakan
suatu hal yang bersifat subjektif. Artinya, setiap orang mempunyai pandangan
hidup, tujuan hidup, dan cara hidup yang berbeda sehingga memberikan nilai yang
berbeda pula terhadap faktorfaktor yang menentukan tingkat kesejahteraan
mereka. Ada sekelompok orang yang lebih menekankan pada pemupukan kekayaan dan
tingkat pendapatan yang tinggi sebagai unsur penting untuk mencapai sebuah
kepuasan hidup. Ada pula sekelompok orang yang lebih suka untuk memperoleh
waktu senggang (leisure time) yang lebih banyak dan enggan untuk bekerja lebih
keras untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Di samping itu,
perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi mampu merubah kebiasaan-kebiasaan dalam
kehidupan masyarakat, misalnya hilangnya rasa komunalitas sehingga masyarakat
menjadi bersifat lebih individualistis, hubungan antara anggota masyarakat
menjadi lebih formal. Di satu sisi, pembangunan ekonomi dinilai mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi ini harus dicapai dengan beberapa pengorbanan dalam perilaku
hidup masyarakat.
2.
Kelemahan metodologis pendekatan
pendapatan per kapita
Pendapatan
per kapita sebagai indeks yang menunjukkan perbandingan tingkat kesejahteraan
antarmasyarakat ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan ini timbul karena
pendekatan ini mengabaikan adanya perbedaan karakteristik antar negara,
misalnya struktur umur penduduk, distribusi pendapatan masyarakat, kondisi
sosial-budaya, dan perbedaan nilai tukar (kurs) satu mata uang terhadap mata
uang yang lain. Dibandingkan dengan negara-negara maju, proporsi penduduk usia
nonproduktif (di bawah umur) terhadap keseluruhan penduduk di NSB cukup tinggi.
Dengan demikian, perbandingan pendapatan setiap keluarga di kedua kelompok
negara itu tidaklah seburuk seperti yang digambarkan oleh pendapatan per kapita
mereka. Misalnya, keluarga Pak Amir terdiri dari 5 anggota keluarga dengan
pendapatan US $900 dan keluarga Pak Badu terdiri dari 3 anggota keluarga dengan
pendapatan US $600. Meskipun pendapatan per kapita anggota keluarga Pak Amir
lebih rendah dibandingkan pendapatan per kapita anggota keluarga Pak Badu,
sangat mungkin keluarga Pak Amir mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi dibandingkan keluarga Pak Badu karena beberapa jenis pengeluaran mendasar,
seperti rekening air dan listrik, perumahan, serta barang-barang lain yang
digunakan secara bersamasama tidak banyak berbeda di antara kedua keluarga
tersebut. Selain tingkat pendapatan, distribusi pendapatan merupakan faktor
yang cukup penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Faktor
ini sering kali kurang diperhatikan dalam perhitungan tingkat pendapatan per
kapita karena asumsi pokok yang digunakan dalam konsep pendapatan per kapita
adalah one dollar, one man, artinya setiap orang memiliki proporsi yang sama
atas pembentukan pendapatan per kapita. Perkembangan di banyak NSB menunjukkan
bahwa seiring dengan proses pembangunannya, distribusi pendapatan justru
menjadi semakin timpang. Kondisi tersebut menimbulkan ketidakpuasan terhadap usaha-usaha
pembangunan di beberapa NSB karena usaha-usaha pembangunan dianggap hanya
menguntungkan sebagian kecil anggota masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tujuan paling mendasar dari pembangunan belum sepenuhnya tercapai.
Paling
tidak, ada tiga hal yang menyebabkan perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat
meskipun tingkat pendapatan per kapitanya secara nominal relatif sama: (a) Pola
pengeluaran masyarakat, adanya perbedaan pada pola pengeluaran masyarakat
menyebabkan dua negara dengan pendapatan per kapita yang sama belum tentu
menikmati tingkat kesejahteraan yang sama. Misalnya, kita asumsikan ada dua
orang dengan tingkat pendapatan relatif sama, namun salah seorang di antaranya
harus mengeluarkan ongkos angkutan yang lebih tinggi untuk pergi ke tempat
kerja, harus berpakaian necis maka tidak dapat dikatakan bahwa kedua orang
tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang sama tingginya. (b) Perbedaan
iklim, adanya perbedaan iklim juga memungkinkan timbulnya perbedaan pola
pengeluaran masyarakat di negara-negara maju dan NSB. Masyarakat di negara maju
harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk mencapai suatu tingkat
kesejahteraan yang sama dengan di NSB. Seperti kita ketahui, sebagian besar
negara maju beriklim dingin dan sebagian besar NSB beriklim tropis. Oleh karena
itu, penduduk negara-negara maju sering kali harus mengeluarkan uang dalam
jumlah yang besar untuk dapat menikmati “iklim tropis” seperti yang biasa
dinikmati oleh penduduk NSB. (c) Struktur produksi nasional, adanya perbedaan yang
mencolok pada komposisi sektoral juga akan memengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakat. Suatu masyarakat akan menikmati tingkat kesejahteraan yang lebih
rendah jika proporsi pendapatan nasional (pengeluaran) yang digunakan untuk
anggaran pertahanan dan pembentukan modal (capital formation) lebih tinggi
dibandingkan di negara lain yang memiliki tingkat pendapatan per kapita yang
relatif sama. Selama ini, metode perhitungan pendapatan nasional bersifat
agregatif sehingga tidak dapat menunjukkan perubahan serta distribusi antar
sektor. Misalnya, jika sektor pertanian memiliki proporsi sebesar 50% dari GNP
dan sektor non-pertanian juga 50% dari GNP maka jika GNP tumbuh sebesar 10% per
tahunnya, kemungkinan distribusinya ditunjukkan oleh Tabel 1.2 berikut ini.
No comments:
Post a Comment