Saturday, November 3, 2018

beberapa segmentasi yang penting diketahui program kampanye.


Berikut beberapa segmentasi yang penting diketahui oleh perancang program kampanye.
1. Segmentasi Berdasarkan Gender Segmentasi dapat dilakukan secara demografis, yaitu pemilahan para pemilih berdasarkan karakteristik demografis, seperti usia, gender, agama, pendidikan, peker-jaan, kelas sosial-ekonomi (Nursal, 2004:114). Karena tesis ini menitikberatkan pada gender dan politik, maka segmentasi berdasarkan gender menjadi bahasan yang perlu dikemukakan dan diasumsikan berpengaruh terhadap preferensi pemilih. Segmentasi berdasarkan gender menghasilkan pemilahan laki-laki dan perempuan. Segmen perempuan menjadi segmen pemasaran yang penting untuk meraup suara dalam pemilihan umum karena jumlah mereka adalah 51% dari total populasi berdasarkan Sensus 1990 (www.menegpp.go.id). Sekalipun ada perbedaan jumlah penduduk perempuan menurut dua data sensus tersebut, namun jumlah tersebut tetap signifikan menunjukkan bahwa aspirasi perempuan memiliki potensi yang besar dalam ikut menentukan arah pembangunan masyarakat dan bangsa. Sekalipun kaum perempuan memberikan sumbangan besar terhadap proses pembangunan, namun fakta-fakta di lapangan selama ini masih menunjukkan bahwa perempuan belum setara dengan laki-laki. Terjadi ketimpangan tajam terhadap partisipasi perempuan dalam berbagai bidang publik. Hal ini menurut Darahim (2003) terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1). Pengaruh tata nilai sosial budaya yang masih menganut paham patriarki, yaitu keberpihakan yang berlebihan kepada kaum laki-laki di banding perempuan. Tata nilai tersebut diwariskan secara turun temurun dari waktu ke waktu, baik yang berasal dari budaya lokal maupun pengaruh dari luar; 2). Banyak produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik formal maupun hukum adat yang bias gender; 3). Dampak lebih lanjut muncul kebijakan dan program pembangunan yang masih bias gender, karena setiap kebijakan adalah produk keputusan politik yang merupakan bagian dari kristalisasi aspirasi masyarakat; 4). Kondisi ini didukung oleh oleh masih banyaknya penafsiran terhadap aktualisasi ajaran agama yang terlalu menitikberatkan pada pendekatan tekstual (tersurat) dan parsial (sepotong-potong) dibandingkan dengan pemahaman yang konstekstual (tersirat) dan holistik (menyeluruh). 5). Berkait dengan kelemahan perempuan sendiri, yaitu kurang percaya diri dan inkonsistensi, serta rendahnya tekad kaum perempuan sendiri dalam memperjuangakan nasib kaummya. Kelemahan itu bisa disebabkan pengaruh tata nilai di atas atau faktor lain yang perlu di telaah lebih lanjut. Menurut Ani Soetjipto dalam Nursal (2004: 117) pembangunan di era Orde Baru tidak “memihak” kepada kaum perempuan. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi memperlihatkan perempuan menanggung beban sekaligus dampak pembangunan yang lebih berat dibandingkan dengan laki-laki. Demikian juga ketika terjadi krisis ekonomi, perempuan menanggung beban yang lebih besar akibat krisis karena ia perempuan, seperti: dipecat paling awal dari pekerjaan, upah yang lebih kecil dibandingkan upah yang diterima laki-laki sekalipun dalam kualifikasi pekerjaan yang sama, dan diabaikan kesehatannya. Dalam rumah tangga juga terjadi ketimpangan: dalam pendidikan anak perempuan dikalahkan dengan anak laki-laki karena laki-laki kelak akan menjadi kepala rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dan beban kerja ganda bagi mereka yang bekerja di luar rumah. Secara spesifik Suparno (2005: 36-37) memberikan ilustrasi bahwa dalam masa Orde Baru telah terjadi kooptasi terhadap organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan perempuan sehingga kesemuanya dalam kontrol dan pengawasan pemerintah. Jabatan struktural organisasi PKK dan Dharma Wanita misalnya, mengikuti jabatan struktural suami. Sehingga istri lurah atau kepala desa otomatis menjadi ketua PKK di kelurahan atau desanya. Demikian juga istri kepala kantor atau dinas tertentu maka istri juga menjadi ketua Dharma Wanita. Dengan demikian faktor-faktor kemauan, kemampuan dan kepemimpinan serta aspirasi bawah yang biasanya menjadi dasar dalam rekruitmen organisasi diabaikan. Latar belakang politik kelahiran PKK dan Dharma Wanita itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik pasca Pemilihan Umum 1971, di mana negara memaksimalkan intervensi dan pengaruhnya pada organisasi-organisasi massa yang berafiliasi pada kekuatan politik di luar pemerintah (Burhanuddin dan Fathurahman, 2004: 87). Dengan demikian terjadi perluasan mobilisasi politik melalui mesin birokrasi pemerintahan, yang pada akhirnya merupakan mesin yang effektif bagi keberlangsungan rejim Orde Baru. Hal ini sebetulnya tidak hanya terjadi pada organisasi-organisasi dan gerakan-gerakan perempuan saja namun juga terjadi pada kekuatan-kekuatan masyarakat yang lain, sejalan dengan upaya depolitisasi dan deparpolisasi yang dilakukan secara sistematis di era Orde Baru. Uraian di atas dapat menunjukkan bahwa segmentasi gender dapat dijadikan bahan pertimbangan penting dan dapat diolah untuk memberikan konstribusi dalam penyusunan program kampanye partai atau kandidat politik di era reformasi yang semakin terbuka. Sekarang pemilih perempuan tidak lagi terkooptasi dalam kepentingan politik birokrasi yang cenderung pathriarkis. Segmentasi gender ini selanjutnya dapat dipertajam dengan menganalisis sub-sub segmen perempuan. Sub segmen itu dapat dikembangkan berdasarkan kelas sosial, ekonomi, pendidikan, perempuan karier, ibu rumah tangga, dsb. Hal ini penting mengingat kebutuhan masing-masing sub-segmen tersebut relatif berbeda-beda.
2. Segmentasi Berdasarkan Agama Segementasi berdasarkan agama ini perlu dan penting dibahas karena memiliki relevansi dengan tema partisipasi perempuan dalam politik. Salah satu resistensi yang kuat terhadap peran perempuan dalam sektor publik, khususnya dalam kehidupan politik di Indonesia adalah berasal dari interpretasi terhadap ajaran atau doktrin agama sebagaimana tertuang dalam teks-teks kitab suci. Dengan demikian, tingkat penghayatan terhadap ajaran agama (religiositas) akan berpengaruh terhadap pendapat dan preferensi mereka tentang wacana boleh tidaknya perempuan menjadi pemimpin atau boleh tidaknya urusan masyarakat diwakili perempuan, misalnya dengan perempuan menjadi wakil rakyat di DPR. Islam adalah agama yang dianut oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Saat ini, secara statistik Islam tidak kurang 85% penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam. Namun demikian Islam di Indonesia tidak homogen dan dapat dipetakan berdasarkan kultur dan strata sosial, ekonomi dan demografi. Berkaitan dengan segmentasi berdasarkan agama, hasil penelitian terhadap perilaku pemilih menunjukkan bahwa umumnya pemilih non-Islam tidak memilih partai Islam atau partai partai yang dipersepsikan sebagai partai Islam. Segmen pemilih non-Islam ini cenderung memberikan suara kepada partai yang mempunyai landasaran inklusif dan pluralis atau partai eklusif sesuai dengan agama mereka. Sebaliknya, tidak semua segmen pemilih Islam memilih partai Islam atau yang dipersepsikan sebagai partai Islam. Besarnya segmen pemilih Islam, mengakibatkan banyak muncul partaipartai yang menggunakan asas Islam maupun partai yang dipersepsikan sebagai partai Islam. Persepsi sebagai partai Islam ini biasanya tidak terlepas dari figur tokoh Islam dalam partai, kedekatan dan afiliasi partai tersebut dengan organisasiorganisasi Islam atau komitmen partai dengan isu-isu Islam. Islam sebagai agama yang jumlah pemeluknya terbesar merupakan segmen pemilih yang harus diperhitungkan baik oleh partai Islam, dipersepsikan sebagai partai Islam atau bahkan partai yang jelas-jelas bukan dikategorikan sebagai partai Islam sekalipun. Dengan kata lain, isu yang menyangkut umat Islam harus ditangani secara cermat oleh partai-partai politik, termasuk partai inklusif dan pluralis (biasanya dikategorikan sebagai partai nasionalis dan/atau sekuler untuk membedakan dengan partai agama), agar dapat menjaring suara dalam pemilihan umum. Dengan proporsi yang besar, maka pemilih Islam menjadi konstituen terbesar pula. Akibatnya, tidak ada partai yang menjadi besar dan menjadi pemenang pemilihan umum tanpa mempertimbangkan dukungan dari pemilih Islam.

No comments:

Post a Comment