KARAKTERISTRIK
UMUM NEGARA SEDANG BERKEMBANG (NSB)- Pengelompokan
dan Ciri-ciri Negara Sedang Berkembang
Setelah
kita membahas tentang pengelompokan negara-negara di dunia, sekarang saatnya
kita membahas tentang sifat dan karakteristik NSB. Todaro & Smith (2003)
mengemukakan beberapa karakteristik umum NSB, yaitu sebagai berikut.
1.
Standar Hidup yang Rendah Pada umumnya,
standar hidup sebagian besar penduduk NSB sangat rendah. Standar hidup yang
rendah pada NSB bukan hanya jika dibandingkan dengan standar hidup di
negara-negara maju, namun juga jika dibandingkan dengan standar hidup sekelompok
kecil (elite) penduduk di dalam NSB itu sendiri.
Di
NSB, standar hidup yang rendah itu tampak sangat nyata, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapatan per kapita yang
rendah, kemiskinan yang kronis, kondisi perumahan yang tidak memadai, sarana
kesehatan yang masih sangat terbatas, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat
kematian bayi yang tinggi, tingkat harapan hidup yang rendah, adanya perasaan
tidak aman, dan rasa putus asa.
2.
Tingkat Produktivitas Rendah.
NSB
dicirikan pula oleh tingkat produktivitas tenaga kerjanya yang rendah. Seperti
kita ketahui, konsep fungsi produksi yang secara sistematis menghubungkan
tingkat output dengan kombinasi-kombinasi input pada tingkat teknologi tertentu
merupakan konsep yang paling sering digunakan untuk menjelaskan tentang cara
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan materinya. Namun, agar dapat memberikan
sebuah penjelasan yang akurat, konsep fungsi produksi yang bersifat teknis ini
perlu ditunjang oleh konseptualisasi yang luas termasuk di antaranya
input-input lainnya, seperti motivasi pekerja, dan keluwesan kelembagaan.
Di
NSB, tingkat produktivitas tenaga kerjanya (output per pekerja) sangat rendah
dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini bisa dijelaskan dengan
menggunakan beberapa konsep ekonomi. Salah satunya adalah prinsip produktivitas
marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity). Prinsip ini
menyatakan bahwa jika ada penambahan kuantitas pada salah satu input variabel
(misalnya tenaga kerja), sedangkan kuantitas input-input lainnya (modal, tanah)
diasumsikan tetap maka pada suatu titik tertentu produk marjinal yang
dihasilkan dari adanya tambahan input variabel tersebut akan menurun. Oleh
karena itu, tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah bisa disebabkan oleh
tidak adanya atau kurangnya input komplementer, seperti modal fisik atau
manajemen sumber daya manusia yang baik.
3.
Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Beban
Tanggungan yang Tinggi
Menurut
UNDP (2008), dari sekitar 6,3 miliar penduduk dunia di tahun 2003, sebagian
besar (5,3 miliar) berada di NSB, sedangkan sisanya hidup di negara-negara
maju. Laju pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi dan tingkat kepadatan
penduduk yang “tidak wajar”, tentu saja menambah kompleksitas permasalahan di
NSB. Ada dua faktor yang memengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk suatu negara,
yaitu (a) tingkat kelahiran kasar (crude birth rate) yang ditunjukkan oleh
jumlah kelahiran per 1.000 penduduk tiap tahunnya, dan (b) tingkat kematian
(death rate) yang ditunjukkan oleh jumlah kematian per 1.000 penduduk tiap
tahunnya. Selama ini, tingkat kelahiran maupun tingkat kematian antara dua
kelompok negara tersebut juga sangat timpang. Data UNDP (2005) menyebutkan
bahwa hingga tahun 2003, rata-rata tingkat kelahiran kasar di NSB masih sangat
tinggi, yaitu sekitar 22 kelahiran per 1.000 penduduk, sedangkan di
negaranegara maju hanya sekitar 12 kelahiran per 1.000 penduduknya. Di sisi
lain, tingkat kematian di NSB juga relatif lebih tinggi, yaitu sekitar 11
kematian per 1.000 penduduk, sedangkan pada negara-negara maju “hanya” mencapai
angka sekitar 9 kematian per 1.000 penduduknya.
Meskipun
tingkat kematian di NSB relatif lebih tinggi, namun berkat adanya perbaikan
sarana dan prasarana penunjang kesehatan, sekarang perbedaan tingkat kematian
antara dua kelompok negara tersebut tidak begitu besar. Sebagai dampaknya,
menurut UNDP (2008), tingkat pertumbuhan 2003 di NSB adalah sebesar 1,9% per
tahun,-penduduk
antara tahun 1973 sedangkan di negara-negara maju “hanya” sekitar 0,7% per
tahunnya.
Satu
hal lagi yang menambah kompleksitas masalah kependudukan di NSB adalah proporsi
penduduk di bawah usia 15 tahun (usia nonproduktif) yang cukup tinggi. Hal
tersebut berdampak pada semakin tingginya rasio beban tanggungan (burden of
dependency ratio). Menurut UNDP (2008), pada tahun 2003, proporsi penduduk di
bawah usia 15 tahun di NSB adalah sebesar 31,6%, sedangkan di negara-negara
maju hanya mencapai angka 18%. Dengan kata lain, rasio beban tanggungan di NSB
hampir dua kali lebih besar dibandingkan rasio beban tanggungan di
negara-negara maju.
4.
Tingginya Tingkat Pengangguran
Apabila
dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya manusia yang
dilakukan oleh NSB masih relatif rendah. Ada dua hal yang memicu timbulnya
fenomena tersebut, yaitu pertama, adanya pengangguran terselubung
(underemployment), artinya tenaga kerja yang ada bekerja di bawah kapasitas
optimalnya. Hal ini terlihat dari banyaknya tenaga kerja di daerah perkotaan maupun
perdesaan yang bekerja di bawah jam kerja normal, mereka hanya bekerja secara
harian, mingguan atau musiman.
Pengangguran
terselubung tersebut juga terlihat pada tenaga kerja yang bekerja penuh waktu,
sesuai dengan jam kerja normal namun produktivitasnya begitu rendah sehingga
adanya penambahan jam kerja tidak akan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap
jumlah output. Kedua, adanya pengangguran terbuka (open unemployment), artinya
orang-orang yang sebenarnya mampu dan sangat ingin bekerja namun tidak ada
pekerjaan yang tersedia bagi mereka. Keadaan ini menuntut penciptaan lapangan
kerja baru sesuai dengan perkembangan jumlah tenaga kerja. Data Bank Dunia 2004
rata-rata jumlah-(2006) menyebutkan bahwa antara tahun
2000 pengangguran di NSB adalah 12% dari keseluruhan angkatan kerja, sedangkan
di negara-negara maju penganggurannya “hanya” mencapai angka 5,4%.
5.
Ketergantungan terhadap Produksi
Pertanian dan Ekspor Produk Primer
Data
Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk NSB hidup di daerah
perdesaan. Hingga tahun 2004, perbandingan jumlah penduduk antara desa dan kota
di NSB adalah 57 dan 43, sedangkan di negara-negara maju perbandingan tersebut
berubah drastis menjadi 22 dan 78. Daerah perdesaan dikenal sebagai basis
sektor pertanian sehingga apabila dilihat dari konsentrasi penduduknya maka
dapat dikatakan bahwa 58% penduduk di NSB menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian. Pada periode yang sama, menurut Bank Dunia (2006), kontribusi sektor
pertanian terhadap GDP di NSB adalah sekitar 12%, sedangkan di negara-negara
maju hanya sekitar 2%. Di sisi lain, sepuluh tahun sebelumnya, pada tahun 1990
kontribusi sektor pertanian terhadap GDP di NSB adalah sekitar 18%, sedangkan
di negara-negara maju hanya 3%. Hal tersebut menunjukkan adanya fenomena
transformasi struktural, dari sektor pertanian beralih ke sektor modern. Oleh
karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun sektor pertanian di NSB
menyerap sebagian besar tenaga kerjanya, namun kontribusi sektor tersebut
dinilai sangatlah kurang. Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, ada dua
kebijakan yang dapat dijalankan NSB, (a) adanya revitalisasi pertanian,
mengingat sektor pertanian merupakan basis perekonomian NSB; dan (b) adanya
transformasi struktural yang dinamis, suatu proses transformasi yang tidak
menyebabkan adanya “ketimpangan” dan “kepincangan” pada salah satu sektor.
6.
Dominasi Negara Maju, Ketergantungan
terhadap Negara Maju, dan Vulnerabilitas dalam Hubungan-hubungan Internasional
Bagi
NSB, faktor yang menyebabkan rendahnya standar hidup, tingginya angka
pengangguran, dan munculnya masalah ketidakmerataan pendapatan adalah karena
tingginya ketimpangan, baik di bidang ekonomi maupun politik antara
negara-negara miskin dan negara-negara kaya. Ketimpangan tersebut tidak hanya
dalam bentuk dominasi negara-negara kaya dalam mengendalikan pola perdagangan
internasional, namun juga tampak dalam dominasi mereka dalam mendikte NSB
sebagai prasyarat dalam memberikan bantuan luar negeri maupun menyalurkan modal
swastanya. Kondisi tersebut pada akhirnya akan melahirkan sikap ketergantungan
NSB terhadap negara-negara maju dan menimbulkan sifat mudah terpengaruh
(vulnerability) dari NSB terhadap dominasi dari luar yang pada akhirnya
menguasai dan mendominasi setiap sendi kehidupan ekonomi dan sosial mereka.
No comments:
Post a Comment