Tuesday, November 27, 2018

KARAKTERISTRIK UMUM NEGARA SEDANG BERKEMBANG (NSB)- Pengelompokan dan Ciri-ciri Negara Sedang Berkembang


KARAKTERISTRIK UMUM NEGARA SEDANG BERKEMBANG (NSB)- Pengelompokan dan Ciri-ciri Negara Sedang Berkembang

Setelah kita membahas tentang pengelompokan negara-negara di dunia, sekarang saatnya kita membahas tentang sifat dan karakteristik NSB. Todaro & Smith (2003) mengemukakan beberapa karakteristik umum NSB, yaitu sebagai berikut.
1.      Standar Hidup yang Rendah Pada umumnya, standar hidup sebagian besar penduduk NSB sangat rendah. Standar hidup yang rendah pada NSB bukan hanya jika dibandingkan dengan standar hidup di negara-negara maju, namun juga jika dibandingkan dengan standar hidup sekelompok kecil (elite) penduduk di dalam NSB itu sendiri.
Di NSB, standar hidup yang rendah itu tampak sangat nyata, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal tersebut dapat dilihat dari pendapatan per kapita yang rendah, kemiskinan yang kronis, kondisi perumahan yang tidak memadai, sarana kesehatan yang masih sangat terbatas, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kematian bayi yang tinggi, tingkat harapan hidup yang rendah, adanya perasaan tidak aman, dan rasa putus asa.
2.      Tingkat Produktivitas Rendah.
NSB dicirikan pula oleh tingkat produktivitas tenaga kerjanya yang rendah. Seperti kita ketahui, konsep fungsi produksi yang secara sistematis menghubungkan tingkat output dengan kombinasi-kombinasi input pada tingkat teknologi tertentu merupakan konsep yang paling sering digunakan untuk menjelaskan tentang cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan materinya. Namun, agar dapat memberikan sebuah penjelasan yang akurat, konsep fungsi produksi yang bersifat teknis ini perlu ditunjang oleh konseptualisasi yang luas termasuk di antaranya input-input lainnya, seperti motivasi pekerja, dan keluwesan kelembagaan.
Di NSB, tingkat produktivitas tenaga kerjanya (output per pekerja) sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini bisa dijelaskan dengan menggunakan beberapa konsep ekonomi. Salah satunya adalah prinsip produktivitas marjinal yang semakin menurun (diminishing marginal productivity). Prinsip ini menyatakan bahwa jika ada penambahan kuantitas pada salah satu input variabel (misalnya tenaga kerja), sedangkan kuantitas input-input lainnya (modal, tanah) diasumsikan tetap maka pada suatu titik tertentu produk marjinal yang dihasilkan dari adanya tambahan input variabel tersebut akan menurun. Oleh karena itu, tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah bisa disebabkan oleh tidak adanya atau kurangnya input komplementer, seperti modal fisik atau manajemen sumber daya manusia yang baik.
3.      Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Beban Tanggungan yang Tinggi
Menurut UNDP (2008), dari sekitar 6,3 miliar penduduk dunia di tahun 2003, sebagian besar (5,3 miliar) berada di NSB, sedangkan sisanya hidup di negara-negara maju. Laju pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi dan tingkat kepadatan penduduk yang “tidak wajar”, tentu saja menambah kompleksitas permasalahan di NSB. Ada dua faktor yang memengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk suatu negara, yaitu (a) tingkat kelahiran kasar (crude birth rate) yang ditunjukkan oleh jumlah kelahiran per 1.000 penduduk tiap tahunnya, dan (b) tingkat kematian (death rate) yang ditunjukkan oleh jumlah kematian per 1.000 penduduk tiap tahunnya. Selama ini, tingkat kelahiran maupun tingkat kematian antara dua kelompok negara tersebut juga sangat timpang. Data UNDP (2005) menyebutkan bahwa hingga tahun 2003, rata-rata tingkat kelahiran kasar di NSB masih sangat tinggi, yaitu sekitar 22 kelahiran per 1.000 penduduk, sedangkan di negaranegara maju hanya sekitar 12 kelahiran per 1.000 penduduknya. Di sisi lain, tingkat kematian di NSB juga relatif lebih tinggi, yaitu sekitar 11 kematian per 1.000 penduduk, sedangkan pada negara-negara maju “hanya” mencapai angka sekitar 9 kematian per 1.000 penduduknya.
Meskipun tingkat kematian di NSB relatif lebih tinggi, namun berkat adanya perbaikan sarana dan prasarana penunjang kesehatan, sekarang perbedaan tingkat kematian antara dua kelompok negara tersebut tidak begitu besar. Sebagai dampaknya, menurut UNDP (2008), tingkat pertumbuhan 2003 di NSB adalah sebesar 1,9% per tahun,-penduduk antara tahun 1973 sedangkan di negara-negara maju “hanya” sekitar 0,7% per tahunnya.
Satu hal lagi yang menambah kompleksitas masalah kependudukan di NSB adalah proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun (usia nonproduktif) yang cukup tinggi. Hal tersebut berdampak pada semakin tingginya rasio beban tanggungan (burden of dependency ratio). Menurut UNDP (2008), pada tahun 2003, proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun di NSB adalah sebesar 31,6%, sedangkan di negara-negara maju hanya mencapai angka 18%. Dengan kata lain, rasio beban tanggungan di NSB hampir dua kali lebih besar dibandingkan rasio beban tanggungan di negara-negara maju.
4.      Tingginya Tingkat Pengangguran
Apabila dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya manusia yang dilakukan oleh NSB masih relatif rendah. Ada dua hal yang memicu timbulnya fenomena tersebut, yaitu pertama, adanya pengangguran terselubung (underemployment), artinya tenaga kerja yang ada bekerja di bawah kapasitas optimalnya. Hal ini terlihat dari banyaknya tenaga kerja di daerah perkotaan maupun perdesaan yang bekerja di bawah jam kerja normal, mereka hanya bekerja secara harian, mingguan atau musiman.
Pengangguran terselubung tersebut juga terlihat pada tenaga kerja yang bekerja penuh waktu, sesuai dengan jam kerja normal namun produktivitasnya begitu rendah sehingga adanya penambahan jam kerja tidak akan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap jumlah output. Kedua, adanya pengangguran terbuka (open unemployment), artinya orang-orang yang sebenarnya mampu dan sangat ingin bekerja namun tidak ada pekerjaan yang tersedia bagi mereka. Keadaan ini menuntut penciptaan lapangan kerja baru sesuai dengan perkembangan jumlah tenaga kerja. Data Bank Dunia 2004 rata-rata jumlah-(2006) menyebutkan bahwa antara tahun 2000 pengangguran di NSB adalah 12% dari keseluruhan angkatan kerja, sedangkan di negara-negara maju penganggurannya “hanya” mencapai angka 5,4%.
5.      Ketergantungan terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Produk Primer
Data Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk NSB hidup di daerah perdesaan. Hingga tahun 2004, perbandingan jumlah penduduk antara desa dan kota di NSB adalah 57 dan 43, sedangkan di negara-negara maju perbandingan tersebut berubah drastis menjadi 22 dan 78. Daerah perdesaan dikenal sebagai basis sektor pertanian sehingga apabila dilihat dari konsentrasi penduduknya maka dapat dikatakan bahwa 58% penduduk di NSB menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pada periode yang sama, menurut Bank Dunia (2006), kontribusi sektor pertanian terhadap GDP di NSB adalah sekitar 12%, sedangkan di negara-negara maju hanya sekitar 2%. Di sisi lain, sepuluh tahun sebelumnya, pada tahun 1990 kontribusi sektor pertanian terhadap GDP di NSB adalah sekitar 18%, sedangkan di negara-negara maju hanya 3%. Hal tersebut menunjukkan adanya fenomena transformasi struktural, dari sektor pertanian beralih ke sektor modern. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun sektor pertanian di NSB menyerap sebagian besar tenaga kerjanya, namun kontribusi sektor tersebut dinilai sangatlah kurang. Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut, ada dua kebijakan yang dapat dijalankan NSB, (a) adanya revitalisasi pertanian, mengingat sektor pertanian merupakan basis perekonomian NSB; dan (b) adanya transformasi struktural yang dinamis, suatu proses transformasi yang tidak menyebabkan adanya “ketimpangan” dan “kepincangan” pada salah satu sektor.
6.      Dominasi Negara Maju, Ketergantungan terhadap Negara Maju, dan Vulnerabilitas dalam Hubungan-hubungan Internasional
Bagi NSB, faktor yang menyebabkan rendahnya standar hidup, tingginya angka pengangguran, dan munculnya masalah ketidakmerataan pendapatan adalah karena tingginya ketimpangan, baik di bidang ekonomi maupun politik antara negara-negara miskin dan negara-negara kaya. Ketimpangan tersebut tidak hanya dalam bentuk dominasi negara-negara kaya dalam mengendalikan pola perdagangan internasional, namun juga tampak dalam dominasi mereka dalam mendikte NSB sebagai prasyarat dalam memberikan bantuan luar negeri maupun menyalurkan modal swastanya. Kondisi tersebut pada akhirnya akan melahirkan sikap ketergantungan NSB terhadap negara-negara maju dan menimbulkan sifat mudah terpengaruh (vulnerability) dari NSB terhadap dominasi dari luar yang pada akhirnya menguasai dan mendominasi setiap sendi kehidupan ekonomi dan sosial mereka.

No comments:

Post a Comment