HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN PIDANA PENJARA
Di bawah ini dapat disimak beberapa hal berhubungan dengan ketentuan pidana
penjara yang dapat menjadi jus cunstituendum, yaitu sebagai berikut:
1. Pidana penjara dijatuhkan untuk semur hidup atau untuk waktu tertentu. Waktu
tertentu dijatuhkan paling lama lima belas tahun berturut-turut atau paling
singkat satu hari, kecuali ditentukan minimum khusus.
2. Jika dapat dipilih antara pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau
jika ada pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara lima
belas tahun maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu dua puluh tahun
berturut-turut.
3. Jika terpidana seumur hidup telah menjalani pidana paling kurang sepuluh
tahun pertama dengan berkelakuan baik, Menteri Kehakiman dapat mengubah sisa
pidana tersebut menjadi pidana penjara paling lama lima belas tahun.
4. Pelepasan bersyarat:
a. Menteri Kehakiman dapat memeberikan keputusan pelepasan bersyarat apabila
terpidana telah mengalami setengah dari pidana penjara yang dijatuhkan, sekurang-kurangnya
sembilan bulan dan berkelakuan baik.
b. Dalam pelepasan bersyarat ditentukan masa percobaan yaitu selama sisa waktu
pidana penjara yang belum dijalani ditambah dengan satu tahun. Adapun syarat
yang harus dipenuhi selama masa percobaan ialah sebagai berikut:
Terpidana tidak akan melakukan tindak pidana
Terpidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa
mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik
c. Terpidana yang mengalami beberapa pidana penjnara berturut-turut, jumlah
pidananya dianggap sebagai satu pidana.
d. Pelepasan bersyarat tidak dapat ditarik kembali setelah melampaui tiga bulan
terhitung sejak habisnya masa percobaan, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan
terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana dalam masa percobaan dan
tuntutan berakhir karena putusan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Jangka waktu antara saat mulai menjalani pelepasan bersyarat dan
menjalani kembali pidana tidak dihitung sebagai menjalani pidana.
e. Mekanisme yang terkait dengan pelepasan bersyarat ialah sebagai berikut:
Keputusan
Menteri Kehakiman ditetapkan setelah mendapat pertimbangan Dewan Pembina
Pemasyarakatan dan Hakim Pengawas.
Jika terjadi pelanggaran terhadap salah satu syarat maka pejabat pembina
memberitahukan hal tersebut kepada hakim pengawas.
Pencabutan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul
Hakim Pengawas.
Apabila Hakim Pengawas mengusulkan pencabutan, dapat memberi perintah kepada
polisi agar terpidana ditahan. Hal tersebut diberitahukan kepada Menteri
Kehakiman.
Penahanan tersebut paling lama 60 hari.
Jika penahanan tersebut disusul dengan penghentian sementara waktu atau
pencabutan pelepasan bersyarat, terpidana dianggap meneruskan menjalani pidana
sejak ditahan.
Selama masa percobaan, pengawasan, dan pembinaan berlangsung oleh pejabat
pembimbing dari Departemen Kehakiman yang dapat diminta bantuan kepada
pemerintah daerah, lembaga sosial, atau orang lain.
Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dalam pembukaan rapat Derektoral Jendral Bina Tuna
Warga tahun 1976 menendaskan kembali prinsip-prinsip untuk bimbingan dan
pembinaan sistem pemasyarakatan yang sudah dirumuskan dalam konferensi Lembaga
tahun 1964 yang terdiri atas sepuluh rumusan, yaitu:
Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup
sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
Penjatuhan pidana adalah bukan tindakan balas hdendam dari negara.
Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan.
Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat
daripada sebelum ia masuk lembaga.
Selama
kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat
dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat atau hanya
diperuntukkan begi kepentingan lembaga atai negara saja.
Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila.
Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia
telah tersesat.
Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilangnya kemerdekaan.
Sarana fisik banguna Lembaga Permasyarakatan dewasa ini merupakan salah satu
hambatan pelaksanaan sisitem pemasyarakatan.
Pembinaan dengan bimbingan dan kegiatan lainnya yang diprogramkan terhadap
narapidana dapat meliputi cara pelaksanaan sebagai berikut:
Bimbingan mental, yang diselengarakan dengan pendidikan agama, kepribadian dan
budi pekerti dan pendidikan umum yang diarahkan untuk membangkitkan sikap
mental baru sesudah menyadari akan kesalahan masa lalu.
Bimbingan sosial, yang dapat diselenggarakan dengan memberikan pengertian akan
arti pentingnya hidup bermasyarakat, dan pada masa-masa tertentu diberikan
kesempatan untuk similasi serta interaksi dengan masyarakat di luar.
Bimbingan ketrampilan, yang diselenggarakan dengan kursus, latihan kecakapan
tertenru sesuai dengan bakatnya yang nantinya menjadi bekal hidup untuk mencari
nafkah dikemudian hari.
Bimbingan untuk memelihara rasa aman dan damai untuk hidup dengan teratur dan
belajar menaati peraturan.
Bimbingan-bimbingan lain yang menyangkut perawatan kesehatan, seni budaya dan
sedapat dapatnya diperkenalkan kepada segala aspek kehidupan bermasyarakat
dalam bentuik tiruan masyarakat kecil selaras dengan lingkungan sosial yang
terjadi di luarnya
No comments:
Post a Comment