Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari
bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan
gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima
pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.[1]M.
Irfan Islamy menerangkan bahwa “kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang
ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang
mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat.”[2]Sedang,
Menurut
Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses,
hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai usaha sadar yang
dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini
secara umum telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana manusia
memperoleh pengetahuan secara berkesinambungan.
Selain itu Edi Suharto dalam bukunya yang berjudul
Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik mengemukakan bahwa Kebijakan (policy)
adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang
hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula governance yang menyentuh
pengelolaan sumber daya publik. Dalm Menentukan kebijakan pendidikan perlu
ditekankan dua aspek dehumanisasi dan pendidikan yang humanis.[3]
Untuk itulah pengertian kebijakan
sebagai suatu arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini
dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah
tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands),
keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions),
pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements),
hasil-hasil kebijakan (policy outputs),
dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes)[4].
Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia
2009-2014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan
strategis pendidikan nasional 2009-2014 yang mengacu pada amanat Undang-Undang
Dasar Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR
Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 25 tahun 2004
tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, uu nomor
33 tahun 2004 tentang perimbangan keunganan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP
Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga,
PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP Nomor 66
Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan
berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang
pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan
pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai
sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan
paling tinggi di indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi
pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam lingkungan
masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan
perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang
wakil presiden, jajaran kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan
eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia
pendidikan nasional. Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil
keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI
Presiden RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan
Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan
oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh daerah
dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia
Adapun, dengan peran pengambil
kebijakan yang bisa mempengaruhi masalah pendidikan di tingkat daerah ialah
DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi
Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk
memfasilitasi adanya pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya
masing-masing yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil
permusyawaratan policy maker nasional. Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan
pun tak kalah pentingnya untuk membuat kebijakan pendidikan yang akan
mempengaruhi fenomena pendidikan yang berlangsung di satuan pendidikannya
masing-masing.
Sehubungan dengan evaluasi kebijakan
pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan
masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program
peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut
belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang
lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di
beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan
mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat
diimplementasikan sebagai berikut :
1. Telah
berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
2. Telah
dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
3. Telah
diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
4. Dihapuskannya
sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
5. Pemberian
insentif kepada guru-guru negeri.
6. Bantuan dana
operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.
7. Bantuan
peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti
program Pascasarjana.
8. Peniningkatan
profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan prfesi guru dan dosen
untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan dosen profesional.
9. Penerapan
pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang pendidikan.
Pada praktiknya, setiap kebijakan
mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan
yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Kebijakan
pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan memastikan 20%
anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang
memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.
Ada pula tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong
terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi dengan adanya
standar-standar pendidikan yang harus diikuti. Ada pula tujuan regulasi seperti
batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional
dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masyarakat untuk
mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah non-negara (Nugroho, 2011:112).
Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung
multi fungsi, untuk menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan
seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini
penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah
berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.
Dari uraian
di atas dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang dimaksud sebagai latar penelitian
kebijakan (policy research) adalah tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk
memecahkan masalah sosial. Pemecahan masalah sosial oleh policymaker dalam hal
ini dilakukan atas dasar rekomendasi yang dibuat oleh policy researcher
berdasarkan hasil penelitiannya. Kebijakan di sini tidak dipersepsikan dari
sudut pandang politik pemerintah, melainkan kebijakan sebagai objek studi.
Sedangkan definisi penelitian kebijakan adalah penelitian kebijakan dapat
didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung
kebijakan. Ada juga yang berpendapat bahwa penelitian kebijakan adalah usaha
mengumpulkan informasi secara komprehensif untuk merumuskan kebijakan[5].
[2] M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan
Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. ke-3,
h. 20.
[3] Paulo Freire. Politik
Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2007. Hlm 189
[4] James E. Anderson, Public Policy Making: An
Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company: 1994), cet. ke-II,
h. 6-8. Lihat juga Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta:
Media Presindo, 2007), h. 19-21.
[5]http://www.semangatanaknegeri.com/2014/04/makalah-analisis-kebijakan-publik_16.html
No comments:
Post a Comment