Tuesday, March 14, 2017

KEBIJAKAN PENDIDIKAN

A.    Kebijakan Pendidikan
Kebijakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari bahasa Yunani, yaitu “Polis” yang artinya kota (city). Dalam hal ini, kebijakan berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal itu mereka berusaha mengejar tujuannya.[1]M. Irfan Islamy menerangkan bahwa “kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.”[2]Sedang, Menurut Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana manusia memperoleh pengetahuan secara berkesinambungan.
Selain itu Edi Suharto dalam bukunya yang berjudul Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik mengemukakan bahwa Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Dalm Menentukan kebijakan pendidikan perlu ditekankan dua aspek dehumanisasi dan pendidikan yang humanis.[3]
Untuk itulah pengertian kebijakan sebagai suatu arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Kategori-kategori itu antara lain adalah tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (policy outcomes)[4].
Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 2009-2014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis pendidikan nasional 2009-2014 yang mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunganan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan paling tinggi di indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional. Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia
Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil permusyawaratan policy maker nasional. Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan yang berlangsung di satuan pendidikannya masing-masing.
Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai berikut :
1.      Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
2.      Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
3.      Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
4.      Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
5.      Pemberian insentif kepada guru-guru negeri.
6.      Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.
7.      Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
8.      Peniningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan prfesi guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan dosen profesional.
9.      Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang pendidikan.
Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.
Ada pula tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi dengan adanya standar-standar pendidikan yang harus diikuti. Ada pula tujuan regulasi seperti batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah non-negara (Nugroho, 2011:112).
Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung multi fungsi, untuk menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kebijakan yang dimaksud sebagai latar penelitian kebijakan (policy research) adalah tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah sosial. Pemecahan masalah sosial oleh policymaker dalam hal ini dilakukan atas dasar rekomendasi yang dibuat oleh policy researcher berdasarkan hasil penelitiannya. Kebijakan di sini tidak dipersepsikan dari sudut pandang politik pemerintah, melainkan kebijakan sebagai objek studi. Sedangkan definisi penelitian kebijakan adalah penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Ada juga yang berpendapat bahwa penelitian kebijakan adalah usaha mengumpulkan informasi secara komprehensif untuk merumuskan kebijakan[5].



[1]Syafaruddin. Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta. 2008, hlm 78
[2] M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. ke-3, h. 20.
[3] Paulo Freire. Politik Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2007. Hlm 189
[4] James E. Anderson, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company: 1994), cet. ke-II, h. 6-8. Lihat juga Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h. 19-21.
[5]http://www.semangatanaknegeri.com/2014/04/makalah-analisis-kebijakan-publik_16.html

No comments:

Post a Comment