Pendidikan merupakan sebuah proses berkelanjutan
yang mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam menumbuhkembangkan
nilai-nilai sebagai bentuk internalisasi pembentukan karakter peserta didik.
Nilai-nilai yang dibangun bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif
tetapi perlu mengembangkan kepribadian secara utuh dengan menumbuhkan secara
optimal potensi fitrah peserta didik.
Fitrah anak dilahirkan dengan potensi keimanan atau
kebaikan-kebaikan sebagai hakikat nilai kemanusiaan itu sendiri, sedangkan
lingkungan atau orang tua yang mengukuhkan kebaikan atau bahkan merusak potensi
anak itu sendiri. Anak adalah investasi masa depan bangsa. Majunya suatu negara
salah satunya ditentukkan oleh kualitas generasi mudanya, yang dapat dilihat
dari kondisi anak-anak hari ini.[1]
Tujuan pendidikan adalah mengarahkan anak kepada
potensi bawaannya yaitu potensi fitrah itu sendiri di samping potensi-potensi
lainnya. Hal ini mengingat dalam menghadapi dunia global, nilai-nilai
pendidikan ini sangat dibutuhkan sebagai benteng moral yang akan menuntun
sekaligus memfilter arus budaya yang masuk dan mempengaruhi perkembangan anak
didik.[2]
Melalui pendidikan, kualitas warga negara akan
ditingkatkan peran serta keaktifannya dalam pembangunan bangsa dan mampu
mengelola sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Tetapi ternyata itu semua
terdapat tentang tantangan-tantangan yang akan dihadapi manusia masa depan,
seperti: kemampuan menyesuaikan diri dan memanfaatkan peluang globalisasi dalam
berbagai bidang, wawasan dan pengetahuan yang memadai tentang iptek, kemampuan
menyaring dan memanfaatkan arus informasi yang semakin padat dan cepat, dan
kemampuan untuk berkerja efisien sebagai cikal bakal kemampuan professional.[3]
Sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang
bisa berupa ketrampilan yang nantinya diperlukan dirinya baik di masyarakat,
bangsa dan negara.[4]
Terdapat di
dalam Undang-undang RI No.20 Th.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 13 ayat 1 bahwa jalur pendidikan di Indonesia dibangun melalui tiga jalur,
yaitu: formal, nonformal dan informal. Namun menurut Triatmaja, kenyataanya
pembinaan pendidikan masih didominasi oleh pendidikan formal, padahal kita
ketahui bahwa sistem pendidikan persekolahan tidak cukup memberikan solusi
untuk menghadapi tantangan di masyarakat.[5]
Kemudian Hiryanto di dalam artikelnya menyebutkan bahwa keberadaan pendidikan
nonformal dan informal berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung program pendidikan sepanjang hayat dan
ditujukan untuk masyarakat luas yang memerlukan pendidikan.[6]
Mustofa
di dalam bukunya mengungkapkan bahwa masyarakat tidak akan berkembang baik
pengetahuannya maupun ketrampilannya apabila hanya mengandalkan pendidikan
formal saja, oleh karenanya pendidikan nonformal dan informal semakin
dibutuhkan di masyarakat sehingga dapat menunjang kehidupannya. Kita ketahui
juga bahwa dalam pendidikan formal dibatasi akan kesempatan dan waktu, jadi
pendidikan nonformal dan informal menjadi alternatif untuk mengasah dan mengembangkan
potensi yang dimilikinya.[7]
Tetapi selama ini pembinaan pendidikan nasional masih didominasi oleh
pendidikan formal. Pembinaan pendidikan nonformal dilakukan oleh pemerintah
hanya melalui berbagai pendekatan proyek yang bersifat sementara dan ironisnya
kadangkala tidak berkelanjutan.[8]
Dalam
penyelenggaraan pendidikan tentunya tidak terlepas dari rancangan kegiatan
pembelajaran atau yang akrab di kenal dengan kurikulum. Di dalam Undang-undang
No.20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 disebutkan bahwa
kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran dan juga cara yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.[9]
Tujuan pendidikan yang dimaksud disini adalah tujuan yang tercantum di dalam visi suatu lembaga pendidikan yang akan
diwujudkan dengan langkah-langkah yang tertuang dalam misi lembaga pendidikan
Kurikulum
yang dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan, dengan adanya rancangan yang
mengarahkan pada peningkatan life skills
(kecakapan hidup) maka secara tidak langsung sudah mempersiapkan generasi yang
memang siap terjun di masyarakat. Apalagi itu semua dilakukan sejak masih usia
sekolah dasar. Proses pendidikan tidak hanya sekedar menjadi transfer ilmu
saja, akan tetapi pendidikan juga harus memberikan pengetahuan, ketrampilan,
serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut
dalam masyarakat.[10]
Itu artinya pendidikan memang dipersiapan untuk meghadapi hal-hal yang akan
datang di masa depan, sehingga akan lebih siap dan sigap. Peserta didik berasal
dari masyarakat, mendapatkan pendidikan di lingkungan masyarakat dan diarahkan
bagi kehidupan dalam masyarakat. Dalam PP No.32 Th.2013 Tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 77L Ayat 1, disebutkan bahwa:
“Struktur Kurikulum
pendidikan nonformal berisi program pengembangan kecakapan hidup, yang mencakup
ketrampilan fungsional, sikap, dan kepribadian professional, dan jiwa wirausaha
mandiri, serta Kompetensi pada bidang tertentu”.[11]
Dapat
diartikan sebagai langkah untuk menyiapkan mereka dengan berbagai ketrampilan
sebagai bekal kehidupan atau ketrampilan berupa kecakapan hidup (life skills). Itu artinya program yang
ditawarkan di dalam lembaga pendidikan nonformal merupakan program yang
disiapkan untuk anak/peserta didik supaya bisa mempunyai bekal ketrampilan
hidup dan juga untuk mengembangkan kemampuan ataupun potensi yang dimiliknya.
Seperti
halnya ‘Sanggar Fornama’ merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal di
daerah Kecamatan Salam yang berdiri karena hasil musyawarah MWC NU se-Kecamatan
Salam yang berorientasi pada bimbingan belajar dan ketrampilan yang
dilaksanakan secara mandiri. Lembaga yang memang dikhususkan untuk para
masyarakat yang masih duduk di Sekolah Dasar. Bergerak di bidang pendidikan
umum serta pelatihan membatik, selain itu para siswanya juga senantiasa
dibangun karakter mereka untuk berwirausaha dan mampu bersaing. Yang menarik
adalah dikembangkannya program pendidikan yang ditambah dengan ketrampilan
dalam membatik (baik diatas kain maupun kertas) yang diharapkannya kedepannya
mereka dapat mempertahankan, mengembangkan dan sebagai modal mereka untuk
kehidupan dan juga dapat mempertahankan keberadaanya.[12]
Sanggar
Fornama yang mempunyai visi “Terciptanya SDM yang Cerdas, Kreatif dan Andal
(CEKATAN) sejak usia dini agar kelak mampu menjadi panutan umat di masa yang
akan datang”. Jelas sekali bahwa ‘Sanggar Fornama’ mempunyai tujuan untuk
menciptakan output/keluaran yang memang mampu bersaing dan mempertahankan diri
dengan bekal yang dimiliki peserta didik dari hasil belajar di ‘Sanggar
Fornama’ maupun ketrampilan yang terpendam yang masih bisa terus digali. Atas
dasar kepeduliannya terhadap SDM sebagai calon-calon SDM kedepannya. Berangkat
dari pemaparan diatas kiranya sudah memberikan gambaran di mana letak
signifikansi permasalahan dari topik yang menjadi penelitian. Signifikansi dari
penelitian ini lebih menekankan pada “Manajemen Kurikulum Pendidikan Nonformal
‘Sanggar Fornama’ di Salam, Magelang dalam Meningkatkan Life Skills Anak Angkatan VIII Tahun 2015/2016”.
Penelitian ini
menjadi perlu untuk diteliti dan diikaji lebih dalam, menginggat pendidikan
nonformal masih jarang disoroti dan kurang diperhatikan kiprahnya dalam
perjalanan kehidupan selama ini. Padahal perlu kita ketahui bahwa keberadaan
pendidikan nonformal itu jauh sebelum Indonesia ini merdeka. Selain itu dengan
penelitian ini diharapkan banyak lembaga pendidikan nonformal yang termotivasi
untuk melakukan manajemen ulang dalam proses pendidikan dan pengajaran supaya
nantinya output mereka dapat bersaing di dalam masyarakat.
[1] Elisa Zakiyatur Rohmah, Manajemen Peserta Didik Anank Jalanan Di
Sanggar Alang-alang Surabaya, (Surabaya : Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Prodi Manajemen Pendidikan, 2014), hal.1
[2] Imam Marwadi, Pendidikan Life Skills Berbasis Budaya
Nilai-nilai Islami dalam Pembelajaran Vol.6 No.2 (Magelang: Universitas
Muhammadiyah Magelang, 2012), hal.216
[3] Umar Tirtarahardja dan S. L. La.
Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta :
Rineka Cipta, 2010), hal.146
[4] Anonim, Undang-undang Republik Indonesia No.20 Th.2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab 1 Pasal 1 (ayat 1), hal.3
[5] Tri Atmaja Danang Wijaya, Pengelolaan Pusat KBM di Kecamatan Panggang
Kabupaten Gunung Kidul Dalam Program Pemberantasan Buta Aksara.
(Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2012), hal.6
[6] Hiryanto, Meningkatkan Efektivitas Pendidikan Nonformal Dalam Pengembangan
Kualitas Manusia, Artikel yang disampaikan dalam seminar PKBM dalam
Peningkatan Kualitas SDM. (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas
Ilmu Pendidikan UNY, 2009), hal.1
[8] Tri Atmaja Danang Wijaya, Pengelolaan Pusat KBM ,…hal.6
[9] Anonim, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), Bab 1 Pasal 1 (ayat 19). Tidak diterbitkan.
[10] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya2012, hal.58
[11] Anonim, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Standar Nasional
Pendidikan (Perubahan atas PP No.19 Th.2005) Paragraf 5 Pasal 77L ayat 1.
Tidak diterbitkan.
[12] Hasil wawancara dengan Ahmad
Yusuf salah satu pengajar membatik di Sanggar Fornama pada 22 Oktober 2015
(saat studi pendahuluan)
No comments:
Post a Comment